Ilustrasi, LIBERALISME DAN WAHABISME, DUA SISI DARI KOIN ANG SAM. (redaksiaklamasi.org/Nur Aisyah Ramadhani) |
redaksiaklamasi.org - Amerika berusaha menciptakan kelompok-kelompok Islam yang sejalan dengan kepentingan mereka, atau dalam bahasa kerasnya, menjadi pelayan dan perpanjangan tangan kepentingan Amerika. Sementara di sisi lain, mereka juga menyokong gerakan Wahabisme dan fron-fron teror yang mengatasnamakan Islam dalam rangka memberikan citra buruk kepada Islam, yang dengan bahasa iklannya, mereka ingin menyebar citra negatif tentang Islam dengan mengatakan:
“Kalau ingin tahu Islam, lihatlah mereka (prilaku Wahabi dan fron-fron teror yang mengatasnamakan Islam)”. Padahal mereka sendiri yang menciptakan dengan bantuan klien dan mitranya, yaitu klan Saud Saudi Arabia dan sekte Wahabinya.
Orang-orang liberal ketika menulis atau mewacanakan tentang Islam dan hal-hal yang berkaitan dengan Islam, biasanya lebih cenderung untuk mempromosikan khazanah dan ideologi liberal itu sendiri, dan Islam hanya sekedar dijadikan objek penderita.
Dengan kata lain, meski mereka menulis dan membicarakan Islam dan hal-hal yang berkaitan dengan Islam, intensi utama mereka adalah mewacanakan liberalisme itu sendiri –bukan mewacanakan Islam-nya. Dan karenanya, acapkali Islam dipaksa agar sesuai dengan liberalisme (utamanya agar sesuai dengan ideologi dan selera Amerika sebagai pengimpor utama diskursus dan ideologi liberal itu sendiri).
Maka kemudian kita tak usah heran bila saat ini ada istilah Islam Made In America (setelah lebih dulu ada Islam Made In Hempher dan Lawrence of Arabia, yaitu Wahabi), yang kemudian melahirkan muslim dan intelektual yang ter-Amerika-nisasi, dan tentu saja menjadi para juru dakwah diskursus dan ideologi Amerika.
Jadi, letak kepentingan mereka bukan pada Islamnya, tetapi pada usaha untuk mewacanakan liberalisme itu sendiri –di mana Islam hanyalah pinjaman saja. Dan seperti sudah dikatakan, di tangan orang-orang liberal, Islam hanya sekedar objek penderita yang berusaha “ditaklukkan” agar sesuai dengan ideologi liberalisme dan selera Amerika.
Sikap kritis mereka dalam membaca praktik masyarakat muslim di Indonesia, sikap kritis mereka atas tradisi dan sejarah Islam, anehnya menjadi tumpul ketika mereka membaca Barat (Amerika) dan kadang tanpa sadar ikut juga tercemari Islamophobia dalam kadarnya yang lain.
Seakan yang terjadi adalah perpindahan dan pertukaran, sikap tidak kritis masyarakat muslim tertentu terhadap sejarah dan doktrin Islam yang tercemari sejarah, dipraktekkan oleh orang-orang liberal Indonesia ketika membaca Barat (Amerika).
Orang-orang liberal berusaha menciptakan suatu sikap dan tafsir Islam dan hal-hal tentang Islam yang sesuai dengan selera dan ideologi Amerika. Dan begitu pun sebaliknya, secara politik dan finansial, Amerika menyokong dan mendanai lembaga-lembaga liberal di Indonesia. Inilah salah satu varian lain dari apa yang kita sebut Islam Made In America, disamping kelompok-kelompok teror yang mengatasnamakan Islam yang juga diciptakan Amerika bersama-sama dengan mitra dan kliennya, yaitu klan Saud Saudi Arabia dan Israel.
Meskipun demikian, kita bukanlah orang-orang yang mengkritik secara buta, sebab niat kita sekedar ingin berpendapat, dan kalau boleh menggunakan istilah yang agak keras, bahwa kita hanya sekedar ingin mengingatkan, bahwa jika kita membaca dan menggali Islam secara bangga, dengan tidak menjadikan Islam sebagai subordinasi selera dan ideologi Amerika, tentulah kita akan menemukan Islam otentik yang disediakan oleh Islam itu sendiri.
Hal itu tak lain karena kita tentu sadar, bahwa penyebaran ideologi Amerika dan diskursusnya, disebarkan dan dilembagakan atas dasar motif dan kepentingan “penguasaan” dan “penaklukkan”.
Ketika Amerika berusaha menciptakan Islam yang sesuai dengan selera dan ideologi mereka dengan menggunakan instrument diskursus dan finansial mereka melalui institusi-institusi yang mereka danai, pada saat itulah Amerika sedang berusaha “mendikte” dan “mengendalikan”.
Untuk kasus Indonesia, yang dimulai dengan penggulingan Bung Karno dan pengangkatan presiden boneka mereka, yaitu Jenderal Soeharto, upaya Amerika tersebut dapat dikatakan telah sangat berhasil ketika mereka mengkarbit sejumlah teknokrat Indonesia di masa rezim Orde Baru tersebut, selain mengendalikan Soeharto sendiri, di mana naiknya Soeharto itu sendiri ke tampuk kekuasaan adalah berkat strategi politik Amerika dalam rangka memerangi komunisme di Indonesia.
Saat ini, sejumlah lembaga donor Amerika pun masih terus menyokong dan mendanai institusi-institusi liberal yang sesuai dengan selera dan pandangan ideologis mereka. Sementara klien dan mitranya, yaitu klan Saud Saudi Arabia, gencar pula mendanai lembaga-lembaga Wahabi (di mana orang-orangnya kemudian mudah dicetak menjadi kelompok-kelompok fron teror dan menjadi teroris).
Dengan upayanya tersebut, Amerika berusaha menciptakan kelompok-kelompok Islam yang sejalan dengan kepentingan mereka, atau dalam bahasa kerasnya, menjadi pelayan dan perpanjangan tangan kepentingan Amerika. Sementara di sisi lain, mereka juga menyokong gerakan Wahabisme dan fron-fron teror yang mengatasnamakan Islam dalam rangka memberikan citra buruk kepada Islam, yang dengan bahasa iklannya, mereka ingin menyebar citra negatif tentang Islam dengan mengatakan:
“Kalau ingin tahu Islam, lihatlah mereka (prilaku Wahabi dan fron-fron teror yang mengatasnamakan Islam)”. Padahal mereka sendiri yang menciptakan dengan bantuan klien dan mitranya, yaitu klan Saud Saudi Arabia dan sekte Wahabinya.
2015
Oleh
: Sulaiman Djaya (Penulis serta Ketua Komite Sastra di Dewan Kesenian Banten)
Editor
: Nur Aisyah Ramadhani
0 komentar Blogger 0 Facebook
Posting Komentar