Kasrum Hardin. (redaksiaklamasi.org/Nur Aisyah Ramadhani) |
redaksiaklamasi.org - Teoritis dan praksis secara realita keduanya sebuah konsep dalam diri manusia adalah sang sifat yang sesungguhnya. Kebertidakan akan relasi kehidupan dengan diri yang lain menampakan suatu pembiasan dalam ilmu fisika yang terperagakan oleh Presepsi Indrawi.
Tak syak lagi bahwa perlakuan akan refleksi terhadap ungkapan dari diri yang lain ke diri kita terkadang mencapai sebuah keegoisan tertentu sehingga mengakibatkan dominatif dan tak mau menerima pendapat dari diri yang lain atau mungkin terjadi sebuah pembiasan dalam perenungannya atas dirinya yang egoistik.
Egoistik pada keadaan diri inilah mengakibatkan suatu pengklaiman atas pendapat diri yang lain kemudian memunculkan suatu simulasi perasaan tak terkontrol apa yang biasa kita sebut 'Marah' dan akhirnya mencari cela untuk meruntuhkan argumen lawan yang sudah jelas menjatuhkanya .
Dalam nasehat Schopenhauer dalam bukunya The ArtofBeing Right(1990) "untuk menghalau dan merontohkan argumen lawan" Pertama, argumentum ad rem yaitu menujukan bahwa argumen lawan tidak relevan dengan perihal yang tengah diperdebatkan. Kedua yaitu melalui argumentum ad hominem atau ex concesis, yang meletakkan argumen sebagai tidak tepat dengan anomalis dan karna itu tidak cocok dengan pernyataan si penutur.
Argumentum yang terakhir banyak menyisahkan ruang yang krusial dan tidak bertumpu pada " kebenaran objektif " tapi lebih kepada membidik pribadi lawan bicara. Demikianlah tutur Dr Moh. Sabri Ar dalam tulisanya di Opini Fajar beberapa minggu yang lalu.
Kedua nasehat tersebut terkadang digunakan oleh para yang merasa pintar dan egoistik dalam berpengetahuan bahkan pengetahuanya itu eksklusif (tertutup) sehingga lebih pada kemarahan dan mencaci maki dalam hal ini benar saja bahwa tidak bertumpu pada objektifitas tapi lebih pada membidik pribadi lawan bicara karna malu dikritik atau dinasehati. Lucu tapi fakta.
Contoh jika ada argument yang mengatakan bahwa ' Rapat ini yang dirangkaikan dengan acara diskusi ' lalu ada yang berkomentar “dimana-mana rapat itu pasti ada diskusi" lalu ia menjawab ' tidak usah kritis baru juga belajar disitu jangan soookk”.
Inilah adalah salah satu contoh bahwa bahwa argument yang tidak bertumpu pada kebenaran objektif tapi lebih pada membidik pribadi lawan yang notabenenya sebuah kesesatan berfikir.
Oleh : Kasrum Hardin (Mahasiswa Jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan UIN Alauddin Makassar, Kader HMI Kom. Syariah & Hukum Cabang Gowa Raya serta Jaringan Aktifis Filsafat Islam Kab. Gowa)
Editor : Nur Aisyah Ramadhani
0 komentar Blogger 0 Facebook
Posting Komentar