http://www.redaksiaklamasi.org/2017/06/filsafat-cinta-dari-imam-ali-hingga.html
Ilustrasi. (redaksiaklamasi.org/Andi Muh Ridha R)


redaksiaklamasi.org - “Apakah cinta itu?” demikian Jacques Derrida memulai polemiknya.
“Apakah ketika seseorang mencintai seseorang lainnya adalah sebuah singularitas absolut? Apakah ketika seseorang mencintai seseorang lainnya, ia mencintai ‘siapa’ ataukah mencintai ‘hal-hal’ –tentang seseorang itu sendiri ataukah tentang penampilannya, kepandaiannya, kualitasnya?”

“The difference between the who and the what at the heart of love, separates the heart. It is often said that love is the movement of the heart. Does my heart move because I love someone who is an absolute singularity, or because I love the way that someone is?” demikian Jacques Derrida bertanya sebagaimana dapat kita simak dalam film dokumenter tentang dirinya yang digarap oleh Kirby Dick dan Ziering Kofman di tahun 2002 itu.

Memang, cinta-lah yang membuat seseorang menyandang predikat ‘person’ dalam hidupnya, dan personalitas adalah manifestasi kepribadian.

Ketika kita menyukai seseorang, pastilah karena kita menyukai hal-hal yang terkait dengan seseorang tersebut: kecantikannya, ketampanannya, penampilannya, caranya berbicara, sikapnya, atau kesungguhannya dalam memperjuangkan perasaan sukanya. Sehingga pada saat itu rasa suka kita pada ‘siapa’ seseorang tak terlepas dari ‘apa’ yang terkait dengan seseorang tersebut.

Ataukah kita mempercayai cinta yang tak terduga, cinta yang hadir secara tiba-tiba, secara kebetulan begitu saja?

Marilah kita perluas apakah cinta itu setelah kita membaca pendapat dan pandangan Jacques Derrida itu. Sebagai contoh, misalnya, tak ada rasa suka tanpa pertemuan dan tanpa ada hubungan antara satu orang dengan yang lainnya. Artinya, cinta dimungkinkan ketika manusia hidup bersama, bukan ketika hidup sendirian. Dalam arti cinta dimungkinan ketika kita hidup bersama dan bermasyarakat.

Saya sendiri tertarik untuk mengutip hikmah-nya Ali bin Abi Thalib, imam pertama dalam Islam, yang berbunyi:
“Cinta itu seperti air, dengannya hidup segalanya. Seperti bumi cinta bisa menumbuhkan semuanya.”

Jika kita renungi, hikmah itu lebih luas dan lebih kaya dalam memandang apa itu cinta, pengertian, makna dan cakupannnya, dari sekedar cinta yang dipahami hanya terkait relasi antara dua manusia semata.

Hikmah Ali bin Abi Thalib itu menyatakan secara hermeneutik dan alegorik bahwa cinta menyangkut sikap kita dalam hidup terkait dengan segala hal, tak semata spesifik menyangkut relasi dua manusia, tetapi suatu hukum semesta, agama, dan pengetahuan. Ali, washi-nya dan pintu gerbang ilmu dan hikmahnya Muhammad saw, itu pada dasarnya adalah maestro filsuf dan pujangga, jika kita boleh menyebutnya demikian.

2016

Oleh : Sulaiman Djaya (Ketua Komite Sastra di Dewan Kesenian Banten)
Editor : Andi Muh Ridha R






0 komentar Blogger 0 Facebook

Posting Komentar

 
REDAKSI AKLAMASI © 2016. All Rights Reserved | Developed by Yusran016
Top