Aini Jaffri. (redaksiaklamasi.org/Nur Aisyah Ramadhani)


redaksiaklamasi.org - Pakistan semula merupakan negara persemakmuran Inggris dan resmi menjadi bagian negara itu pada 14 Agustus 1947, dengan Perdana Menteri pertamanya, Liaquat Ali Khan dan Muhammad Ali Jinnah sebagai gubernur jenderal. Sebelumnya Inggris telah menyetujui pembagian wilayah seluas Karolina Selatan, Panama tersebut menjadi dua bagian untuk ummat Islam dan Hindu. Sejak kematian Muhammad Ali Jinnah tahun 1948 dan terbunuhnya Liaquat Ali Khan tahun 1951, Pakistan selalu dihadapkan kepada masalah-masalah yang berkaitan dengan politik dan ekonomi.

Pada tanggal 23 Maret 1956 sebuah konstitusi baru yang memproklamirkan berdirinya negara Republik Islam Pakistan diperkenalkan dan yang dipilih sebagai presiden pertama di negara tersebut adalah Jenderal Iskandar Mirza.

Sejak saat itu pula pemerintahan militer di negara itu dipegang berkali-kali, dari Mayor Jenderal Iskandar Mirza ke Jenderal Muhammad Ayub Khan, terus ke Jenderal Yahya Khan.

Pada bulan Maret 1971, Liga Nasionalis Awami, pimpinan Sheik Mujibur Rahman memperoleh suara mayoritas di Majelis Nasional. Presiden Yahya mencoba membatalkan hasil pemilihan tersebut, namun Liga tersebut terus memperjuangkan berdirinya sebuah negara Islam lainnya yang bernama Bangladesh.

Sejak saat ini, Pakistan bukan hanya dihadapkan dengan masalah di perbatasan antara Pakistan dan India, namun juga masalah-masalah yang berkaitan dengan perbatasan Pakistan dan Bangladesh.

Namun lambat laun pemerintahan junta militer di Pakistan mengalami kemunduran dan pada akhir Desember 1971 muncullah orang sipil yang pertama di negara tersebut.

Ia adalah Zulfikar Ali Bhutto yang mencoba menegakkan demokrasi di Pakistan. Bhutto terus berusaha memulihkan hak-hak rakyat Pakistan sampai ia terguling dan ditahan pada 5 Juli 1977 oleh Jenderal Muhammad Zia Ul-Haq, yang sekaligus mengembalikan rezim militer di Pakistan.

Partai Rakyat Pakistan yang dipimpinnya selanjutnya diserahkan kepada anak perempuannya Benazir Bhutto.

Sejak terbunuhnya Liaquat Ali Khan dan Muhammad Ali Jinnah, situasi di Pakistan selalu dihadapkan kepada masalah-masalah ekonomi dan politik. Sejak itu pula rezim militer seara perlahan-lahan berkuasa di Pakistan.

Sejarah Pakistan merupakan sejarah pergolakan. Setelah negara tersebut memisahkan diri dari India tanggal 14 Agustus 1947, selama sembilan tahun masih berada di bawah dominan Inggris.

Barulah pada tanggal 23 Maret 1956, Pakistan merdeka secara penuh. Tetapi bukan berarti tanggal 14 Agustus 1947 tersebut tidak berarti apa-apa bagi bangsa Pakistan, karena pada hari itulah Pakistan membentuk sebuah negara Federal Demokratis Islam. Meski namanya demokratis, tetapi dalam jangka waktu 30 tahun, Pakistan diwarnai dua kali percobaan kudeta militer, dua kudeta quasi militer dan tiga kudeta militer penuh.

Kudeta pertama dicoba pada tahun 1951 oleh Jenderal Akbar Khan. Kudeta kedua muncul pada bulan Oktober 1954 dengan dukungan Jenderal Ayub Khan. Kudeta ketiga berlangsung pada bulan Oktober 1955 dan juga pada bulan Oktober 1958 yang dilakukan Jenderal Ayub Khan. Ia kemudian memproklamasikan sistem presidensial sebagai pengganti sistim parlemen federal serta memberlakukan sebuah konstitusi baru di tahun 1962. Selanjutnya pada bulan Maret 1969, Ayub Khan digulingkan Jenderal Yahya Khan.

Sebetulnya sejak Yahya Khan memerintah, sudah ada niat untuk menghidupkan sistim demokrasi. Oleh karena itu pada bulan Desember 1970 diselenggarakan pemilihan umum secara bebas dan dalam hal ini Partai Rakyat Pakistan (PPP) pimpinan Zulfikar Ali Bhutto berhasil mendominasi pemilihan di Pakistan Barat, sementara Liga Awami pimpinan Sheikh Mujibur Rahman berhasil memenangkan pemilihan umum di Pakistan Timur. Namun pemilihan tersebut membuat Yahya Khan naik pitam, karena Sheikh Mujibur Rahman memanfaatkan kesempatan ini untuk memisahkan diri dari Pakistan.

Bahkan pada tanggal 26 Maret 1971, Mujibur Rahman memperoklamirkan berdirinya sebuah negara bernama Republik Bangladesh. Pembentukan negara ini sudah tentu ditentang oleh Zulfikar Ali Bhutto dan Yahya Khan sehingga kedua tokoh tersebut sepakat mengirim pasukan ke Bangladesh dan pecahlah perang saudara pertama di wilayah tersebut.

Dalam hal ini untuk pertama kali pula India terlibat secara langsung membantu Bangladesh mengalahkan pasukan Pakistan di Dhaka pada bulan Desember 1971. Hal ini sudah tentu lebih memperuncing persengketaan yang sudah lama muncul antara India dan Pakistan. Karena bagaimana pun juga India selama ini menganggap Pakistan masih merupakan kesatuan, meski secara resmi kedua negara telah terpisah. Perdana Menteri India, Jawaharlal Nehru berkali-kali mengatakan mengenai masa depan kedua negara yersebut. "Kedua dominion akan bersatu menjadi satu negara," ujarnya.

Perselisihan antara India dan Pakistan tersebut akhirnya menjadi masalah internasional. Masalah Kashmir dipersengketakan oleh mereka. Sebaliknya India pun selalu memprotes pembangunan jalan raya Karakoram yang menghubungkan Pakistan -Tiongkok melalui Kashmir, sehingga permasalahan baik oleh kedua negara maupun oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa sendiri.

Akibat perpecahan di dalam negara Pakistan tersebut, maka rakyat Pakistan mau tidak mau memilih Zulfikar Ali Bhutto sebagai pemimpin mereka. Ia berhasil memenangkan pemilihan umum yang baru pertama kali diselenggarakan secara demokratis. Ia diangkat sebagai Presiden Pakistan pada tanggal 20 Desember 1971, tepat pada jam 11.30 waktu setempat di rumah kepresidenan Rawalpindi.

Namun sayang, kekuasaan yang dipegangnya tidak berlangsung lama, karena pada tanggal 5 Juli 1977 militer kembali mengambilalih kekuasaan di Pakistan yang dipimpin Jenderal Zia Ul-Haq. Hidup Zulfikar Ali Bhutto, ayah bekas Perdana Menteri Pakistan Benazir Bhutto, berakhir dengan tragis. Ia harus menghadapi tiang gantungan di penjara distrik Rawalpindi pada tahun 1979, karena menurut keputusan Pengadilan Tinggi Lahore, Ali Bhutto dinyatakan bersalah berkomplot membunuh lawan-lawan politiknya serta dituduh melakukan korupsi.

Tuduhan korupsi ini kembali dialncarkan anaknya Benazir Bhutto untuk menggulingkan pemerintahan Perdana Menteri Nawaz Sharif dalam demonstrasinya. Apakah tuduhan Benazir seperti ini dikarenakan Nawaz Sharif merupakan anak emas Zia Ul-Haq atau Nawaz sendiri yang betul-betul terlibat korupsi. Yang jelas, Benazir ingin mengembalikan sistim demokrasi di Pakistan, meskipun secara tidak langsung ketika berkuasa di negara tersebut dianggap tidak berhasil menelorkan kebijakan-kebijakan praktis dan mengatasi perpecahan yang muncul dalam partai-partai politik.

Mendiang ayahnya, Zulfikar Ali Bhutto ketika akan digantung pun mengaitkan masalah ini dengan korupsi. Dengan kertas beralaskan lutut ia masih sempat menulis pembelaan terakhirnya untuk menyangkal tuduhan korupsi dari Presiden Zia Ul-Haq. Pembelaannya tersebut diberinya judul: "Aku Bukan Koruptor."

Oleh : Dasman Djamaludin
Editor : Nur Aisyah Ramadhani

0 komentar Blogger 0 Facebook

Posting Komentar

 
REDAKSI AKLAMASI © 2016. All Rights Reserved | Developed by Yusran016
Top