Muhammad Syahir. (redaksiaklamasi.org/Muh Taqwin Tahir) |
redaksiaklamasi.org
- Hukum seyogyanya tidak bersifat patriarki dalam merangkul bangsa, tujuan dari
hukum adalah tecapainya suatu kebahagiaan dan kebaikan untuk bersama dalam
kutipannya aristotelian. pada pencapaian itu semestinya penerapan hukum sendiri
tidak dalam metode kekerasan, dan arogan. Dikarenakan produk dari hukum adalah
kehendak manusia yang saling bekerja sama, dan sama-sama menentang kekerasan,
jika yang melakukan kekerasan dalam hal ini adalah pelaku dan dipakai pula
kekerasan oleh aparatur hukum, maka akan melahirkan benturan kekerasan yang
universal.
Benturan-benturan
inilah yang akan berakibat pada cacatnya hukum, sehingga stigma masyarakat
menganggap bahwa hukum itu adalah kejahatan juga, bedanya kejahatan yang
dibingkai dalam sistem untuk melakukan kejahatan sistematis juga pada orang
lain. Masyarakat nantinya akan mengalami krisis kepercayaan pada hukum itu
sendiri.
Perempuan
adalah sebuah entitas yang tidak dapat dipisahkan dengan hukum. Hukum merupakan
anak kandung dari pancasila. Pada nilai-nilai pancasila terkandung
butiran-butiran ayat yang mengandung bahasa-bahasa kelembutan dan
kebijaksanaan. Untuk itu pancasila dirumuskan sebagai dasar dan falsafah negara
yang mengikat tercapainya sebuah nilai-nilai kasih sayang dalam suatu sistem
yang beraturan dalam hal ini adalah hukum. Dengan penerapan nilai-nilai cinta
dan kasih sayang maka masyarakatnya mendapatkan kedaiaman, ketentraman,
terhindari dari rasa takut seperti apa yang disampaikan oleh Benedictus de
Sipoza, untuk itu masyarakat mebutuhkan negara dan hukum.
Dalam
buku moralitas hukum, yang syarat
akan sisi feministiknya. Perempuan sebagai landasan terciptanya nawacita sebuah
nilai nilai kebebasan dalam suatu Negara. Perempuan memiliki kekuatan sebagai
penyeimbang, terciptanya peradaban dan perubahan sosial sebab di dalam jiwa
perempuan memiliki karakteristik feministik yang sangat detail dan kompleks apa
yang ada dalam kutipan Imam Khomaini pada buku Filsafat Perempuan dalam Islam.
Hal
ini menunjukan bahwa eksistensi perempuan dalam suatu sistem sangatlah
berpengaruh untuk tercapainya negara hukum yang ideal, baik dan santun. Maka
dibutuhkan kesadaran subtansial untuk mewujudkannya. Maka pula perempuan
memiliki peran penting dalam mendekonstruksikan gerakan subtansial itu sendiri.
Nilai-nilai
kasih sayang dan cinta yang dimiliki perempuan dapat membangun sebuah nilai
hukum yang anti patriarki dalam pengaplikasiannya. Tanpa perempuan, hukum itu
sendiri akan arogan karena pada jiwanya ada cinta yang melandasi. Jadi untuk
itu, sifat-sifat perempuan perlu diterapkan dalam sebuah hukum.
Oleh : Muhammad Syahir (Mahasiswa
Peradilan Agama UIN Alauddin Makassar serta Anggota di Palang Merah Indonesia)
Editor : Muh Taqwin Tahir
0 komentar Blogger 0 Facebook
Posting Komentar