http://www.redaksiaklamasi.org/2017/06/kemiskinan-antara-takdir-malas-dan.html
Ilustrasi. (redaksiaklamasi.org/Andi Afri Taqbir)

redaksiaklamasi.org - Kemiskinan, dalam pemahaman masyarakat sekarang ini hanyalah sebuah takdir yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Kemiskinan juga diidentikkan dengan kemalasan seseorang. Dan ketika kita bertanya kepada masyarakat miskin, jawabannya pasti  sama, semua ini sudah di tetapkan oleh Tuhan. Dan ketika kita bertanya kepada masyarakat kelas menengah ke atas tentang kemiskinan, jawabannya selain karena takdir Tuhan, kemiskinan itu karena kemalasan seseorang.

Namun, ketika kita mengambil jawaban diatas yang pertama, kemiskinan itu karena takdir Tuhan. Berarti kita sudah menganggap Tuhan yang Maha sempurna tetapi diskriminatif. Karena, kalau benar demikian, mengapa Tuhan membela dan memberi kenikmatan hidup hanya kepada orang yang kaya dan selalu memberikan penderitaan kepada kaum miskin? Kedua, kemiskinan itu karena kemalasan seseorang. Coba lihat para pedagang sayur di jalan Veteran utara, kota Makassar dan di desa Pallangga, kabupaten Gowa. Dari jam 02.00 dinihari para pedagang sudah berada di pasar untuk berdagang sampai pasar itu tutup di sore harinya dan merekapun masih dibawah garis kemiskinan.

Saya juga mempunyai beberapa orang tetangga yang bekerja untuk bertahan hidup sebagai pedagang sewaktu saya masih tinggal di kabupaten Pinrang,tepatnya di kelurahan Pekkabata kecamatan Duampanua. Para pedagang tersebut bisa dikategorikan sebagai masyarakat miskin. Dan banyak diantara mereka yang juga bekerja sebagai petani. Di kecamatan ini, ada dua pasar yang menjadi pusat jual-beli masyarakat , yaitu pasar Pekkabata, dan pasar Bungi. Jarak  dari pasar Pekkabata dari lingkungan tempat tinggal saya, sekitar 2 km, dan jarak menuju pasar Bungi sekitar 10-15 km. Dan hari-hari pasar diantara keduanya pun tidak bersamaan setiap harinya. Maksudnya, kalau di pesar Pekkabata ramai di hari senin, maka di pasar Bungi di hari selasa. Begitupun seterusnya antara hari-hari berikutnya kecuali di hari minggu.

Para pedagang yang berada di sekitar rumah saya, biasanya memulai aktivitasnya dari jam 03.00 dinihari. Mereka memulai dengan mempersiapkan barang dagangan untuk dibawah ke pasar. Kalau  tempat berdagangnya di pasar Pekkabata, mungkin mereka tidak terlalu susah untuk membawanya ke pasar.

Tetapi, kalau barang dagangan tersebut dibawa ke pasar bungi, bisa dibayangkan bagaimana kerja keras mereka mencari nafkah untuk bertahan hidup. Dan kendaraan mereka ke sana ada yang memakai mobil yang sudah tua dan banyak kemungkinannya untuk mogok di tengah kesunyian jalan dan ada pula yang menggunakan becak dan sepeda. Dan setelah pulang dari pasar, di antara para pedagang ini melanjutkan pekerjaannya disawah walaupun kurang beristirahat dari berdagang. Betapa mirisnya hidup mereka hanya untuk memberi makan keluarganya. Dengan kerja yang sangat keras pun belum menjamin kesejahteraan mereka dan melepaskan status kemiskinan mereka. Dan ketika mereka tidak bekerja, mereka pun tidak bisa mendapatkan uang untuk makan, apalagi untuk kebutuhan lainnya. Waktu senggang mereka pun sangat singkat dan tak dapat dinikmati seperti halnya pejabat-pejabat negeri ini.

Setelah melihat fenomena-fenomena masyarakat diatas, apakah betul kemiskinan ini karena takdir mereka untuk terus menderita sebagai masyarakat miskin? Ataukah kemalasan yang menyebabkan seseorang menderita kemiskinan? Apakah para penguasa di negeri ini adalah orang yang tidak malas sehingga mereka kaya? Apakah pengusaha besar yang kerjanya bermalas-malasan itu adalah orang miskin? Dan apakah mereka “sang penguasa dan Kapitalisme” bekerja keras seperti kerja keras kaum miskin untuk bertahan hidup? Ternyata dunia ini sangat mengerikan dan membuat mereka yang kuat selalu menindas dan yang lemah ditindas, membuat yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.


Oleh : M. Alfian Arifuddin
Editor : Andi Afri Taqbir



0 komentar Blogger 0 Facebook

Posting Komentar

 
REDAKSI AKLAMASI © 2016. All Rights Reserved | Developed by Yusran016
Top