Cerita tentang Palimbang-limbang di Makassar. #Bagian 1. (redaksiaklamasi.org/Andi Afri Taqbir) |
redaksiaklamasi.org - Ada fenomena baru
yang terlihat dijalanan Makassar beberapa tahun belakangan ini. Fenomena
tersebut adalah munculnya individu atau kelompok yang menawarkan (memaksakan)
jasa membantu menyeberangkan mobil di simpang jalan. Masyarakat sering
menyebutnya pa’limbang atau pak ogah. Pak Ogah, adalah sebuah profesi baru yang
sedang dikerjakan oleh masyarakat miskin kota di Indonesia, khususnya di kota
Makassar. Pak Ogah sering kita jumpai di jalan-jalan protocol dalam kota. Pak
Ogah biasanya bekerja di persimpangan jalan dan di ujung pembatas arah jalan
yang biasanya tempat untuk memutar balikkan kendaraan dari arah yang satu ke
arah yang berlawanan. Pak Ogah juga bekerja untuk meminimalisir terjadinya
kemacetan di jalanan dan kecelakaan karena banyaknya pengguna jalan yang tak
tahu etika dalam berkendara yang kadang membahayakan pengguna jalan lainnya,
seperti yang dikatakan oleh salah satu pengguna jalan bernama Iksan 23 tahun.
Dia mengatakan, “Pak Ogah membantu menertibkan kendaraan di jalanan karena banyak pengguna jalan yang ugal”.
Dari hasil wawancara
kami dengan beberapa pak Ogah, salah satunya bernama Ardi 19 tahun, yang
bekerja di jalan Sultan Alauddin atau di depan kampus 1 UIN Alauddin Makassar.
“Kadang ada supir balap-balap baru sudahmi di kasih kode” ujarnya. Dia adalah
salah satu pak Ogah yang sudah lama bekerja. Dia sudah 5 tahun menjadi Pak Ogah
dan diapun hanya tamatan SMP. Dia tidak melanjutkan sekolahnya karena
kemiskinan yang melanda keluarganya akibat system kapitalisme negeri ini. Ini
hanya salah satu dari ketimpangan system kapitalisme ini yang sudah menjadi
Tuhan baru bagi umat manusia. Dia pun pernah bekerja sebagai tukang parkir dan
cleaning service namun karena dia terikat oleh system yang menjadikannya
seperti budak, dia pun berhenti dan memutuskan sebagai pak ogah yang
penghasilannya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Ada pula Pak ogah
yang umurnya masih 13 tahun, namanya Aldi. Dia masih duduk di bangku kelas 2
smp. Alasan dia bekerja karena dia ingin membantu kedua orang tuanya yang
ayahnya bekerja sebagai penarik becak motor dan ibunya sebagai tukang cuci
pakaian. Dia merasa pekerjaan orang tuanya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
dalam keluarga apalagi dia mempunyai dua orang saudara perempuan yang
kebutuhannya pun harus di penuhi. Dan dia juga adalah anak laki-laki
satu-satunya. Dia bekerja tidak setiap hari dan jika bekerja hanya sebentar
dibandingkan pak ogah lainnya, antara jam dua sampai jam 7 malam.
Jika kita melihat
kehidupan pak ogah sampai saat ini, yang semakin hari semakin menderita, kita
seharusnya sangat prihatin dengan kehidupan mereka. Apalagi mereka sering
dibubarkan oleh aparat karena dianggap menganggu keamanan dan menutup akses
pekerjaan mereka seperti di jalan Jenderal Hertasning, salah satu tempat pak ogah
bekerja ditutup. Apalagi Banyak pemberitaan-pemberitaan di media mainstream
yang menyudutkan para Pak ogah ini. Seperti berita tentang menikaman aparat di
jalan Sultan Alauddin (Tribun News). Dan media mainstream hanya memberitakan
kejahatan mereka tanpa memberitakan apa penyebab sehinggah mereka melakukan hal
seperti itu.
Ada salah satu keterangan Pak Ogah, mereka bekerja di tempat
sehari-hari mereka bekerja, harus menyetor uang keamanan kepada salah satu
aparat TNI di sekitar daerah tersebut. Ada pula yang sering di kejar dan
ditahan lalu diperas oleh aparat keamanan setelah berada di kantor polisi.
Bahkan mereka ketika di lepaskan di suruh berjalan kaki dari kantor polisi
sampai ke rumah mereka. “kalau dibebaskan mki, di suruhki lagi jalan kaki baru
tidak ada mi uang di pegang” ujar Ardi (salah satu Pak Ogah di kota Makassar).
Di kota Makassar, ada 34 titik tempat pak ogah bekerja. Jika dalam satu titik
ada 8 orang, maka jika kita kalikan 34, maka ada 272 orang menjadi pengangguran
di kota Makassar.
Dunia yang
kapitalistik ini sungguh sangat kejam dan selalu menyengsarakan mereka yang
lemah. Mereka selalu dipaksa menuruti mekera yang berkuasa sedangkan yang
berkuasa tak pernah menuruti kemauan mereka yang lemah. Sungguh timpang
dunia yang kapitalistik ini. Maka dari itu kita harus menolak untuk
menghapuskan pak ogah jika mereka tidak dianggap sebagai tuan dalam negeri
sendiri yang harus dilayani dengan baik oleh penguasa negeri ini.
Oleh: M.
Alfian Arifuddin
Edior : Andi
Afri Taqbir
0 komentar Blogger 0 Facebook
Posting Komentar