http://www.redaksiaklamasi.org/2017/06/cerita-tentang-palimbang-limbang-di.html
Cerita tentang Palimbang-limbang di Makassar. #Bagian 1. (redaksiaklamasi.org/Andi Afri Taqbir)


redaksiaklamasi.org - Ada fenomena baru yang terlihat dijalanan Makassar beberapa tahun belakangan ini. Fenomena tersebut adalah munculnya individu atau kelompok yang menawarkan (memaksakan) jasa membantu menyeberangkan mobil di simpang jalan. Masyarakat sering menyebutnya pa’limbang atau pak ogah. Pak Ogah, adalah sebuah profesi baru yang sedang dikerjakan oleh masyarakat miskin kota di Indonesia, khususnya di kota Makassar. Pak Ogah sering kita jumpai di jalan-jalan protocol dalam kota. Pak Ogah biasanya bekerja di persimpangan jalan dan di ujung pembatas arah jalan yang biasanya tempat untuk memutar balikkan kendaraan dari arah yang satu ke arah yang berlawanan. Pak Ogah juga bekerja untuk meminimalisir terjadinya kemacetan di jalanan dan kecelakaan karena banyaknya pengguna jalan yang tak tahu etika dalam berkendara yang kadang membahayakan pengguna jalan lainnya, seperti yang dikatakan oleh salah satu pengguna jalan bernama Iksan 23 tahun. 


Dia mengatakan, “Pak Ogah membantu menertibkan kendaraan di jalanan karena banyak pengguna jalan yang ugal”.


Dari hasil wawancara kami dengan beberapa pak Ogah, salah satunya bernama Ardi 19 tahun, yang bekerja di jalan Sultan Alauddin atau di depan kampus 1 UIN Alauddin Makassar. “Kadang ada supir balap-balap baru sudahmi di kasih kode” ujarnya. Dia adalah salah satu pak Ogah yang sudah lama bekerja. Dia sudah 5 tahun menjadi Pak Ogah dan diapun hanya tamatan SMP. Dia tidak melanjutkan sekolahnya karena kemiskinan yang melanda keluarganya akibat system kapitalisme negeri ini. Ini hanya salah satu dari ketimpangan system kapitalisme ini yang sudah menjadi Tuhan baru bagi umat manusia. Dia pun pernah bekerja sebagai tukang parkir dan cleaning service namun karena dia terikat oleh system yang menjadikannya seperti budak, dia pun berhenti dan memutuskan sebagai pak ogah yang penghasilannya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

Ada pula Pak ogah yang umurnya masih 13 tahun, namanya Aldi. Dia masih duduk di bangku kelas 2 smp. Alasan dia bekerja karena dia ingin membantu kedua orang tuanya yang ayahnya bekerja sebagai penarik becak motor dan ibunya sebagai tukang cuci pakaian. Dia merasa pekerjaan orang tuanya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam keluarga apalagi dia mempunyai dua orang saudara perempuan yang kebutuhannya pun harus di penuhi. Dan dia juga adalah anak laki-laki satu-satunya. Dia bekerja tidak setiap hari dan jika bekerja hanya sebentar dibandingkan pak ogah lainnya, antara jam dua sampai jam 7 malam.

Jika kita melihat kehidupan pak ogah sampai saat ini, yang semakin hari semakin menderita, kita seharusnya sangat prihatin dengan kehidupan mereka. Apalagi mereka sering dibubarkan oleh aparat karena dianggap menganggu keamanan dan menutup akses pekerjaan mereka seperti di jalan Jenderal Hertasning, salah satu tempat pak ogah bekerja ditutup. Apalagi Banyak pemberitaan-pemberitaan di media mainstream yang menyudutkan para Pak ogah ini. Seperti berita tentang menikaman aparat di jalan Sultan Alauddin (Tribun News). Dan media mainstream hanya memberitakan kejahatan mereka tanpa memberitakan apa penyebab sehinggah mereka melakukan hal seperti itu. 

Ada salah satu keterangan Pak Ogah, mereka bekerja di tempat sehari-hari mereka bekerja, harus menyetor uang keamanan kepada salah satu aparat TNI di sekitar daerah tersebut. Ada pula yang sering di kejar dan ditahan lalu diperas oleh aparat keamanan setelah berada di kantor polisi. Bahkan mereka ketika di lepaskan di suruh berjalan kaki dari kantor polisi sampai ke rumah mereka. “kalau dibebaskan mki, di suruhki lagi jalan kaki baru tidak ada mi uang di pegang” ujar Ardi (salah satu Pak Ogah di kota Makassar). Di kota Makassar, ada 34 titik tempat pak ogah bekerja. Jika dalam satu titik ada 8 orang, maka jika kita kalikan 34, maka ada 272 orang menjadi pengangguran di kota Makassar.

Dunia yang kapitalistik ini sungguh sangat kejam dan selalu menyengsarakan mereka yang lemah. Mereka selalu dipaksa menuruti mekera yang berkuasa sedangkan yang berkuasa tak pernah menuruti kemauan mereka yang lemah. Sungguh timpang dunia  yang kapitalistik ini. Maka dari itu kita harus menolak untuk menghapuskan pak ogah jika mereka tidak dianggap sebagai tuan dalam negeri sendiri yang harus dilayani dengan baik oleh penguasa negeri ini.

Oleh: M. Alfian Arifuddin
Edior : Andi Afri Taqbir










0 komentar Blogger 0 Facebook

Posting Komentar

 
REDAKSI AKLAMASI © 2016. All Rights Reserved | Developed by Yusran016
Top