redaksiaklamasi.org – Oleh :
Muh. Firman Rusyaid
(Ketua Umum SIMPOSIUM
SUL-SEL sekaligus Kader Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Syariah dan Hukum
UIN Alauddin Makassar Cabang Gowa Raya)
Ketika
mentari menukikkan cahayanya pada langit timur, aku terbangun, merengek meminta
pelukan. Rengekan keras ini mengundang langkah kaki cantik dan seksi.
Tubuh
dari kaki itu hanya terbungkus kain putih bening dan BH. Rambut yang masih
acak-acakan, terurai memanjang menutupi punggung belakang.
Ia
meraih tubuhku dari tangisku. Tanggannya sangat lincah. Tapi dia sangat
terkejut setelah memegang daerah kemaluanku.
Basah.
Sambil tersenyum lucu.
"Ah,
kau memang pintar membuatku repot sayang. Sebagai hukuman, aku akan mengecup
keningmu."
Aku
hanya terdiam menatapnya, lalu berkedip lagi. Kecupannya yang beraroma mawar
membuatku diam, namun ritual pembuka yang di tunaikannya membuatku nyaman.
Kemudian,
iya mulai menyuguhkan payudara sebelah kirinya dari dalam BH, dan mulai
mendekatkannya pada bibirku. Aku menawa singkat. benda montok itu pun ku hisap
dengan penuh hasrat.
Puting
warna gelap itu mulai menggairi aku dengan air susu kehidupan. Tapi entah
kenapa, kenikmatan gunung yang menggelantung di dada itu tak lagi terasa.
"Ooeekk,
ooeekk."
Mulutku
hanya bisa merengek, tangisanku memecah kesunyian hingga lagu favoritku ia
dendangkan.
"Ohh
ame ame belalang kupu-kupu, liat rame rame ada orang minum susu."
Tingkah
laku itu membuat mulutku bergumam dalam bahasa bayi. Hanya sepi yang membisu
mengantar maksudku ke dalam dada ibu.
Editor : Andi Haerur
Rijal
0 komentar Blogger 0 Facebook
Posting Komentar