redaksiaklamasi.org – Oleh : Andi Haerur Rijal
(Kader Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar Cabang Gowa Raya dan Demisioner Ketua Forum Silaturrahmi Mahasiswa Alumni DDI Mangkoso)

“ Bedakan antara pluralisme dengan kebenaran agama. Maksud saya ialah menerima secara positif dan hormat kepada agama lain bukan berarti harus mengatakan semua agama sama. Sikap plural kita adalah mampu berdampingan dengan menerima ummat beragam yang berbeda dengan kita “. Franz Magnus Suseno

Pluralisme tidak bisa kita pahami hanya dengan mengatakan bahwa masyarakat kita majemuk, beranekaragam, terdiri dari berbagai suku, ras, budaya, agama dan semacamnya yang justeru hanya menggambarkan fragmentasi bukan pluralisme. Pluralisme juga tidak boleh dipahami hanya sekedar sebagai “ kebaikan negatif ”, hanya tilik dari kegunaanya untuk menyingkirkan fanatisme buta.

Pluralisme harus dipahami sebagai pertalian sejati, kebinekaan dalam ikatan-ikatan keadaan dan bahkan pula pluralisme adalah suatu keharusan bagi keselamatan ummat manusia antara lain melalui mekanisme pengawasan dan pengimbangan yang dilaksanakannya.
Dalam kesadaran akan pluralitas itu, timbullah berbagai sikap dan cara pandang, yang bernaung di bawah pluralisme. Cara pandang terhadap pluralitas merupakan sesuatu yang berperan penting dalam kehidupan masyarakat dewasa ini. Dalam hubungan antar masyarakat, tak jarang cara pandang terhadap pluralitas menghasilkan sikap-sikap tertentu, misalnya keterbukaan, ketertutupan, kebencian, dan lain-lain. Di antara banyak keragaman, agama adalah salah satu aspek pluralitas yang paling dibicarakan.

Hal itu disebabkan selain karena nilai-nilai mutlak yang terkandung didalamnya, juga karena agama sangat mempengaruhi cara berelasi orang-orang beragama.

Tulisan ini adalah sebuah usaha untuk mengangkat pluralisme agama terutama dalam maksud untuk melihat berbagai konsep pluralisme agama, konsep relasi antaragama dan beberapa kasus konkrit yang terkait dengan pluralisme agama. Selain itu, fakta keragaman agama dan berbagai efeknya juga akan diteliti dari beberapa perspektif sosiologis yang relevan.

Secara historis, kebebasan beragama baru dianggap sebagai hak asasi manusia dengan terjadinya peristiwa Revolusi Perancis (Declaration des droits des hommes et citoyens) dan berdirinya negara Amerika Serikat (Bill of Rights).

Pada zaman sekarang, kebebasan beragama dan berdialog muncul karena suatu kesadaran baru. Dalam fakta interdependensi antar manusia, terdapat kebutuhan untuk belajar dari agama lain, terbuka terhadap agama lain, dan siap bersama-sama menemukan kebenaran baru dari relasi itu. Dalam konteks Indonesia, itu adalah suatu pemikiran yang menarik. Dari sudut pandang Islam, telah dijelaskan bahwa Indonesia adalah negara dengan populasi Islam terbesar di dunia tetapi juga hidup berdampingan dengan pemeluk agama seperti Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Menurut beberapa perkiraan, total populasi Indonesia adalah 206 juta orang, dengan 87,21 % orang Muslim, 6,04 % orang Protestan, 3,58% orang Katolik, 1,83 % orang Hindu, dan 0, 31 % orang dari agama lain dan kelompok-kelompok keyakinan.

Hal yang seringkali terkait dalam pembicaraan keragaman agama Indonesia adalah persoalan konflik antar umat beragama. Menurut saya seseorang mesti hati-hati untuk menjustifikasi konflik di Indonesia sebagai konflik agama. Asumsi ini saya terapkan setelah membaca berbagai konflik yang terjadi di Indonesia, misalnya konflik di Maluku dan konflik sara lainnya yang semakin nampak depan mata. Menurutnya, konflik-konflik ini mempunyai akar dalam masalah ekonomi dan ketidak proporsionalitasan distribusi kekuatan politik dalam birokrasi lokal dalam 20 tahun terakhir. Meskipun demikian, tetap mengingat bahwa telah terjadi suatu relasi yang berpotensi konflik sejak abad ke-16.

Dalam perkembangan terbaru, konsep keragaman agama Indonesia ditantang dengan kemunculan ateisme. Menurut sebagian besar Majelis Ulama Indonesia setempat, sang ateisme itu melukai perasaan keagamaan masyarakat dan merusak struktur religius. Selain itu juga dianggap menyerang Pancasila karena berdasarkan Pancasila, ateisme tidak mempunyai tempat di Indonesia. Pendapat lain mengatakan bahwa Pancasila tidak bermaksud melarang ateisme di Indonesia. Memang dalam perjalanan sejarah Indonesia, ateisme dihubung-hubungkan dengan ideologi komunis yang dicap sebagai musuh negara. Faktanya sekarang ini memperlihatkan bahwa orang-orang Indonesia mesti memilih satu dari enam agama resmi dalam kartu identitas mereka. Akhirnya, sampai pada kesimpulan bahwa ateisme bisa saja merupakan pilihan bebas dari setiap orang, akan tetapi orang-orang tersebut mesti berhati-hati ketika memperkenalkan keyakinannya agar tidak sampai mencemarkan agama-agama resmi.

Kita dapat menarik sebuah kesimpulan umum gagasan mereka, yaitu bahwa kesadaran baru tentang pluralitas agama menuntut suatu suatu analisis yang cermat agar dapat menjalin relasi yang konstruktif, menemukan akar “konflik agama” yang jelas, menemukan peran agama dalam realitas keragaman, dan menemukan sikap yang tepat dalam menghadapi fenomena ateis.

Kita dapat merumuskan bahwa pluralisme agama adalah sebuah kenyataan yang ditarik berdasrkan situasi nyata manusia di muka bumi ini. Agama sudah sangat menyadari ada beragam agam di muka bumi ini. Meskipun ada pergeseran atau perpindahan agama, tetapi tetap skalanya sangatlah kecil terutama pada agama-agama besar.

Terkait dengan kenyataan yang ada ini, agama sudah semestinya mengambil sikap. Dalam mengambil sikap itu muncullah fakta yang menarik bahwa sebetulnya kebanyakan agama sudah mengakui yang namanya “pluralisme”. Barangkali tidak dalam praktek, tapi masih dalam jaran normatif saja.

Para pendiri-pendiri agama khusunya pula Indonesia kelihatan tidak memaksa pengikutnya. Kalaupun ada ada panggilan dalam agama untuk melaksanakan misi ataupun dakwah, tidak di maksudkan dengan cara agresif. Akan tetapi dengan langkah memberikan kesaksian dengan tidak sama sekali bermaksud mengajak orang lain secara paksa.

Pluralitas dalam Islam, Islam Indonesia, dan bahwa paham tentang pluralitas itu membuat Indonesia berada dalam keadaan penuh toleransi. Peran masyarakat Muslim dalam realitas KeIndonesiaan. Meskipun terdiri dari mayoritas orang Islam, Islam tidak menjadi agama negara. Hal itu dapat dipahami karena pluralisme itu ada dalam Islam sendiri. Penerimaan orang Islam terhadap Pancasila dikarenakan kesesuaiannya dengan nilai Al-Quran, dan penerimaan itu merupakan akar pluralisme Indonesia. Kita dapat menyimpulkan bahwa, pluralisme keagamaan (di Indonesia) adalah suatu pengakuan agama (Islam) atas dasar nilai-nilai keagamaan itu sendiri (Islam) terhadap agama-agama lain.

Pluralisme keagamaan adalah suatu konsep pengakuan akan pluralitas agama-agama yang resmi atau diakui negara. Pluralisme ditempatkan dalam ruang pluralitasyang terbatas.

Secara teologi pun sangat relevan dengan apa yang telah di firmankan Tuhan di dalam kitab suci Al-Qur’an bahwa segala yang ada semua karena kehendakNya dan Dia Tuhan menciptakan mekanisme pengawasan dan penimbangan antar manusia untuk memelihara keutuhan bumi dan menciptakan salah satu wujud kemurahan yang melimpahkan kepada umat manusia.. BagiNya tentu gampang untuk mempersatukan kita dalam suatu agama, tapi Dia (Tuhan) tidak melakukannya.

Akhir kata, dari kesemua uraian ini dapat digaris bawahi bahwa yang terpenting ialah bagaimana memunculkan pluralisme dan kebenaran agama yang sejuk dan damai serta saling menghargai sesama ummat, Karena Plurasisme itu cantik.

“Aku sangat-sangatlah merindukan saat-saat itu, saat-saat dimana hadirnya rasa haru dan iba tentang adanya sikap plural, keadilan dan semacamnya secara menyeluruh di setiap ummat manusia. Tapi sekarang orang hanyalah menampakkan kobaran kebencian dan dendamnya semata kepada sesama”. Andi Haerur Rijal

Yakinkan dengan Iman
Usahakan dengan Ilmu
Sampaikan dengan Amal

Yakin Usaha Sampai.

Bahagia HMI

NIK Coffee - Kab.Gowa, Kamis 26 Januari 2017


Editor : Andi Muh. Ridha R

0 komentar Blogger 0 Facebook

Posting Komentar

 
REDAKSI AKLAMASI © 2016. All Rights Reserved | Developed by Yusran016
Top