redaksiaklamasi.org –
Oleh : Iwan Mazkrib
(Mahasiswa Jurusan
Peradilan Agama UIN Alauddin Makassar dan Wakil Sekertaris Umum Bidang PPPA HMI
Komisariat Syariah dan Hukum UINAM Cabang Gowa Raya Periode 2016-2017).
Ketika realitas kontemporer terkuak dan
kemudian muncul gambaran, kaum lemah berhadapan secara tidak seimbang dengan
kaum kuat, warga negara berbenturan dengan tirani kekuasaan dan masyarakat
teknologi-industrial merasakan keterasingan dahsyat yang mengungkungi
eksistensinya, ini berarti manusia sedang menghadapi problem
kemanusiaannya.
Demokrasi merupakan konsep yang sering
diterima secarah latah. Bahkan sistem pemerintahan otoriter pun bisa saja
menyebut dirinya demokrasi. Belum lagi dengan berbagai ragam model demokrasi
yang hadir sebagai konsep ekonomi, politik dan hukum yang kadang satu sama lain
bisa menjadi perdebatan dan pertentangan. Dengan demikian demokrasi terasa
sebagai konsep yang sarat dengan beragam makna. Sangat wajar jika kemudian
terdapat berbagai ragam defenisi tentang demokrasi. Karena memang tidak ada
sistem demokrasi yang sama dan sebangun.
Juga jika berlanjut pada wilayah yang
skalanya lebih kecil, misalnya dalam wilayah kampus. Sebuah dinamika dalam
dunia politik, akan selalu mengacu pada ideologi yang saling bertentangan hanya
soal kepentingan sepihak. Sebuah kutipan dalam buku "Teori pembangunan dunia ketiga" (mengacu pada pembagian
posisi, ada yang posisinya keterbelakangan dan ada yang posisinya semakin maju,
hal ini berbicara tentang pengaruh dari luar yang mampu menenggelamkan kelompok
yang lemah). Tentang dunia demokrasi bahwasanya kebebasan berserikat dan berpendapat
adalah hak dari semua yang terikat di dalamnya, begitu pula dalam dunia kampus
yang condong mengalami dinamika dan selalu menitik beratkan kepentingan,
semuanya akan berujung pada tindakan keliru dan saling menyalahkan, bahkan rela
memotong dan menjual karibnya hanya untuk kemudian mendapatkan kemerdekaan yang
dimimpikannya. Dengan jalan membongkar segala bentuk pernyataan yang telah
menjadi sebuah kesepakatan. Pekerjaan dalam dunia kampus tidak lain adalah
saling mencari solusi untuk kemudian menyelesaikan perkara yang di hadapi
mahasiswa.
Namun kita dapat melihat posisi antara
mahasiswa dan birokrasi hari ini. Jikalau kemudian kita tunduk dan mengikuti
aturan main mereka maka kita akan dianggap sebagai kawannya, tetapi jika hal
tersebut itu keliru dengan demikian kita berani menyatakan sikap untuk tidak
terima, maka bersiaplah untuk di perhadapkan dengan kesulitan yang
direncanakannya.
Ada apa dengan pendidikan hari ini?
Mahasiswa yang kita kenal sebagai kaum intelektual muda kini jauh dari peran
dan tanggunjawabnya, ia sebagai again of
change, sosial of control dan moral
of force, tak lagi terlihat pada wajah-wajahnya. Juga bukankah sumpah yang
telah kita genggam memiliki filosofi yang begitu sakral? Mulai dari mengenal
bangku kuliah kini kebanyakan seakan pendidikan hanyalah sebagai sarana
pertemuan antara pemuda pemudi untuk saling berinteraksi dan saling kenal
mengenal sebagai sentral pergaulan di masa mudanya.
Mereka hanya lebih condong ke hal-hal
yang lebih bersifat hedonisme, bangga memperlihatkan sifat vandalisnya, hingga
apatis pada kondisi negara yang semakin mencekik bangsanya. Juga pada posisi
organisasi, sebagian besar banyak yang hanya lebih mengutamakan kuliah, kantin,
kost bahkan tak mau mengenali dunia organisasi, yang bergelut dalam dunia
organisasi pun ada yang hanya menjadikan sebagai tempat untuk terlihat eksis
saja, sementara amanah adalah posisi yang paling berharga. Panggung orator pun
mulai berkurang dan bahkan ada juga yang orasinya hanyalah untuk kepentingan
orang berpunya.
Bukankah Paulo Freire pernah berkata "pendidikan adalah sarana untuk
membebaskan manusia dari kebodohan, yang dibarengi dengan tingkat kesadaran
demi terciptanya sebuah perubahan". Hal subtansial dalam sebuah
gebrakan adalah untuk kemudian mendapatkan terciptanya keadilan, kedamaian dan
kemakmuran. Sebab memenjarakan ucapan adalah menghamba pada rasa takut.
Mahasiswa yang dikenal sebagai kaum
intelektual muda kiranya mampu menimbang segala dinamika yang memenjarakanya,
sebab perilaku takut akan posisi dengan penguasa, elit kampus serta memelihara
keraguan akan menjadikan kita semakin menjadi beban pada kondisi bangsa ini.
Eksistensi mahasiswa dengan basis
idealis berawal pada kesadaran, kemampuan serta kesepakatan untuk melakukan
sebuah perubahan. Kalau memang ada yang perlu di perbaiki kenapa diam?
Lalu puisi ini mulai bicara.
Teriakan
Bangsaku.
By:
Iwan Mazkrib
Untukmu
yang dzolim dan untukmu mahasiswaku
Aku
diseret duka
Aku
ditikam derita
Aku
minta pedulimu
Aku
berharap kasihmu
Dimanakah
kalian?
Hey...
Untukmu
kaum dzolim
Maaf
kami tak ingin jatuh
Terjatuh
kedalam jurang ketimpangan
Dengan
asiknya kalian berbuat
Kalian
lupa, kami telah berikan percaya
Lalu
apa balasanmu?
Untukmu
mahasiswaku
Jangan
diam
Kekasihmu
adalah kami
Jangan
apatis
Sebab
emas kita terampas
Janganlah
kalian bungkam
Kita
adalah bangsa ini
Dan
bangsa ini adalah kita
Kita
bukanlah beban
Tapi
kita adalah pejuang
Salam
perjuangan
Panjang
umur perjuangan.
Gowa,
21 Januari 2016
0 komentar Blogger 0 Facebook
Posting Komentar