redaksiaklamasi.org - Sebuah Kata yang hampir terpatri di relung sanubariku sedikit saja tanpa sadar hampir ku katakan itu cinta. Kamu dan kalian seperti Malaikat menjelma dihadapanku bagaikan penyelamatku. Aku terlena Dibuatmu hinggah tulang serta sum-sumku tak berdaya mengankat tangan dan bersuara lantang . Aku tengelam dibuatmu laranganmu dan perintahmu seperti keniscayaan bagiku dengan penuh kagum bahkan semakin aku lupa siapa dirumu itu kuanggap cinta, kebebasanku tersandra suara serta tanganku kaku tak berdaya tajamnya cinta mu bagai lautan lepas di Samudra takut rasanya aku merindu tentang Fitra ku ,tentang kebebasanku dan tentang keakuanku.

Namun sampai nadi berdenyut, mata berkedip dan jantung bernada aku tetap percaya bahwa doktrinmu mampu membisukanku, mencederaiku, melumpuhkanku bahkan membenci diriku yang rindu akan kebebasan, yang rindu akan keadilan, yang yindu akan Ilmu dan yang sangat rindu menjadi manusia yang ikut kepada fitrahnya bukan ikut terhadap doktrinmu bukan pula keserakahanmu yang kamu katakan Cinta dan Kerinduan Wahai para Penguasaku Janjimu merebahkanku dengan angka yang tak kubawa mati ,memaksaku menjilat walau ku tak sudi merasakannya, membiarkan lidahmu berbusa untuk hal yang tak sudi telinga menyimaknya .




Aku tahu kamu pemberi janji tanpa bukti dan tak menjadikan manusia menjadi selayaknya manusia itu sendiri. Andai engkau cinta kami maka biarkan kami menjadi kami bukan menjadi Budak kalian ‘katanya pelangi indah karna perbedaan warna ‘ namun kamu anggap perbedaan adalah kursi yang hampir Roboh . Tak puaskah dirumu membisukan kami dan tak puas kah kamu membuat tuli bungkam dan terpenjara ditengah negara demokrasi .

Aku dan Kami yang mengaku punya Fitra Eksistensialisme selamat kita telah terpenjara di “Negeri Dongeng” di lumpuhkan dan hampir punah. Mungkin ini seperti cercaan Widji tukul “suara dibungkam tanpa alasan, saran ditolak tanpa ditimpang” maka sekarang tinggal menunggu kehancuran .

Aku merenung memikirkan tubuh manusia yang akan dipunahkan . Sudikah tanah mengakui kalian atau sudikah langit menagis melihat kalian telah mati sebelum mati. Bukan mati karena perjuangan namun mati karna tiada lagi suara, tiada lagi kebebasan, tiada lagi cinta akan keadilan, bahkan penindasan pun dianggap cinta. Bangkit lah dengan Cinta, kerinduan dan perjuangan tanpa henti sebab mahasiswa adalah pewaris cinta dan kerinduan akan peradaban bukan kebiadaban mimpikah aku atau ini Betul “Dongeng” atau “Realitas yang termimpikan?.”


Oleh : Mr. K

Editor: Tim Redaksi Aklamasi

0 komentar Blogger 0 Facebook

Posting Komentar

 
REDAKSI AKLAMASI © 2016. All Rights Reserved | Developed by Yusran016
Top