Sejumlah umat manusia telah menyaksikan kebangkitan dan keruntuhan kerajaan-kerajaan yang luas sehingga mempengaruhi kebudayaannya masing-masing. Barangkali tak ada kebangkitan yang lebih mempesona selain kebangkitan peradaban Islam, baik lantaran cepatnya meluas maupun lantaran perkembangan warisan kebudayaan yang kaya.
Peradaban Islam menampilkan sistem yang cocok, sikap pandang yang mendunia dan pandangan hidup yang memberi arti dan arah hidup kepada pemeluk-pemeluk Islam selama dua belas abad lamanya. Namun pada zaman modern (abad-abad ke-19 dan ke-20) agama Islam tampaknya menghadapi tantangan-tantangan yang paling berat, baik di bidang politik maupun ideologi.
Penulis bermaksud untuk memberikan kesempatan kepada para pembaca untuk menilai dan memahami berbagai upaya yang di tempuh umat Islam dalam menghadapi masalah perubahan selama zaman modern itu sejak abad ke-19 yang lampau hingga sekarang. Maksud ini ditampilkan dengan menyajikan pandangan-pandangan dari orang-orang Islam, yang di mata mereka permasalahan tentang agama dan perubahan tidak hanya di anggap sekedar permasalahan akademik yang sederhana melainkan sebagai sesuatu yang penting dalam menyangkut kelangsungan eksistensi Islam itu sendiri.
Karena agama Islam diakui sebagai inti yang pokok 1 dari kepribadian dan harga diri setiap Muslim, maka pengetahuan tentang agama ini mutlak diperlukan untuk memberikan penilaian terhadap krisis modernitas dan warisan budaya yang mempengaruhi tanggapan orang-orang Islam itu.
Negara arab pada abad ke-7 menyaksikan datangnya suatu gerakan yang pada saat akan menyapu bersih wilayah-wilayah Timur Tengah, Eropa, Asia dan Afrika, dan yang sekarang ini meliputi 750 juta umat. Ujud dan inspirasi gerakan ini adalah adanya Tuhan Allah yang Esa dan wahyu-wahyuNya yang di turunkan kepada Nabi Muhammad, yang termaktub dalam Al-Qur’an sebagai wahyu Allah yang terakhir, lengkap dan sempurna, yang terisi ajaran Allah untuk kepentingan seluruh umat manusia.
Harga diri seorang Muslim dilandasi oleh Al-Qur’an dan sejarah gemilang di masa Lampau ini. Bagi generasi-generasi Muslim berikutnya, masa Nabi dan masa sahabatNya adalah masa-masa yang ideal sebagai masa pembentukan dan pemberian ciri khas dari pandangan hidup Islam. Karena itu yang menjadi dasar dari kepribadian Muslim adalah adanya keyakinan bahwa tugas Ilahi yang diberikan kepada manusia untuk melaksanakan kehendak (ajaran) Tuhan dalam sejarah adalah kewajiban bersama dan juga kewajiban perorangan.
Susunan negara dan masyarakat menurut Islam yang telah berkembang membentuk paradigma atau gagasan yang harus dilaksanakan dalam abad-abad mendatang. Negeri Islam pada masa itu, diharapkan dapat sebagai masyarakat Muslim-Mu’min yang ikatan keagamaannya berada di atas ikatan individualnya kepada suku bangsa masing-masing yang didasarkan atas pertalian hubungan darah. Allah adalah pemilik kedaulatan atas negeri; sedangkan Muhammad, utusan-Nya di bumi, menjalankan tugas sebagai nabi dan sekaligus pemimpin masyarakat.
Setelah Nabi Muhammad wafat, para penggantinya (khalifah-khalifah) selaku pemimpin-pemimpin masyarakat, wajib meyakinkan para pengikut setianya untuk mengikuti kehendak Tuhan itu sebagaimana telah dinyatakan di dalam Syari’at Islam. Jadi, pihak yang memerintah maupun yang diperintah, menurut teori politik Islam diwajibkan untuk tunduk dan patuh kepada Syari’at. Dengan cara itulah hukum Islam memberikan pola dasar pembentukan masyarakat Islam .
Dengan menggunakan landasan Al-Qur’an dan teladan (sunnah) Nabi, diformulasikan ketentuan hukum yang tuntas yang berfungsi sebagai pedoman hidup dengan berbagai macam aspeknya, kewajiban-kewajiban terhadap Tuhan (shalat, puasa, haji, dan sebagainya) dan kewajiban-kewajiban terhadap sesama Muslim. Kategori tersebut belakangan mencakup juga aturan-aturan hukum dagang, hukum pidana dan hukum perdata. Persoalan-persoalan mengenai perjanjian, perbankan, perkawinan dan perceraian semuanya termasuk dalam bagian Syari’at.
Di samping itu, tanggapan-tanggapan Islam yang baru dan mungkin sintesa-sintesa yang segar di antara keseluruhan tengah bermunculan. Jangka waktu pembentukan Islam dapat berperan sebagai sumber inspirasi, di kala umat Islam menengok kembali sejarah mereka di masa silam dan mengkaji sumber-sumber Islam. Untuk kesekian kalinya masyarakat Islam dihadapkan kepada tantangan untuk memberikan tafsiran yang kreatif (Ijtihad) tentang Islam dan sekaligus menerapkan kembali nilai-nilai Islam tersebut, dalam rangka memenuhi kebutuhan - kebutuhan masyarakat Muslim yang tengah mengalami perubahan.
Ketika kita mengamati perkembangan yang terjadi dalam kehidupan bangsa-bangsa di bidang politik, social dan moral, kami mengetahui bahwa dunia islam dan pada garis depan adalah dunia arab telah melahirkan kembali kecenderungan kepada islam. Kecenderungan ini berkembang terus menerus. Hingga saat akhir ini, para penulis, pemikir sarjana dan orang pemerintah mengagung-agungkan perinsip-perinsip peradaban eropa, mewarnai diri mereka masing-masing dengan peradaban itu dan mengambil alih sikap dan gaya hidupnya, tetapi sekarang arah angin telah berubah, kepercayaan kepada diri sendiri dan keraguan terhadap kebenaran budaya mulai terjadi. "Suara-suara yang menyatakan perlunya kembali kepada prinsip-prinsip, ajaran-ajaran dan pandangan hidup Islam terdengar di mana-mana; dan juga terdengar suara-suara yang menuntut dimulainya usaha penyelarasan kehidupan modern dengan prinsip-prinsip ini sebagai titik permulaan dari gerakan “Islamisasi” yang menyeluruh" (Hasan Al Banna).
Tidak ada artinya lagi untuk memberikan dukungan kepada pemerintah mana pun yang ada sekarang ini, yang jelas tidak mampu memberikan inspirasi kepada fikiran dan perbuatan mereka dan yang telah merusak masyarakat Muslim. Tidak ada alasan sama sekali untuk mengatakan bahwa pengorganisasian masyarakat atas landasan Islam yang murni akan tidak mampu menjaga keselamatan para anggotanya, karena adanya konsekuensi-kosekuensi yang tampak menakutkan.
Dunia telah lama di kuasai oleh sistem demokrasi, dan di mana-mana orang-orang mengagung-agungkan dan memberikan penghormatan kepada kemenangan-kemenangan system itu; dalam hal kemerdekaan individu, kemerdekaan masyarakat, keadilan dan kebebasan mengemukakan pendapat, keadilan dalam pemenuhan kebutuhan jiwa yang manusiawi dengan adanya kebebasan berbuat dan berkehendak, dan keadilan social yang merupakan sumber kekuatan.
Kemenangan pada akhir perang dunia I mengukuhkan kebenaran pandangan-pandangan ini, tetapi orang-orang segera menyadari bahwa kebebasan mereka itu tidak luput dari ancaman timbulnya anarkis, dan bahwa dalam banyak hal pemerintah juga belum bersih dari kediktatoran terselubung yang mengurangi rasa tanggung jawabnya dengan tidak membatasi kewenangannya. Kejahatan dan kekerasan mengakibatkan perpecahan bangsa, memporak-porandakan kehidupan bermasyarakat dan keluarga, serta memberi peluang untuk munculnya rezim-rezim diktator.
Jadi Naziisme Jerman dan Fasisme Italia bangkit kembali; Mussolini dan Hitler mengajak mereka masing-masing untuk bersatu, memerintah, memperoleh, berkuasa dan menang. Dalam waktu singkat mereka berhasil menciptakan ketertiban di dalam negeri, dan dengan ancaman kekerasan mereka ditakuti oleh negara-negara lain. Pemerintah-pemerintah mereka memberikan harapan yang nyata dan juga menumbuhkan fikiran yang kuat dan utuh. Orang-orang yang berbeda-beda dan bercarai-berai dipersatukan dan ditempatkan di antara “pemimpin” (chief) dan “pemerintah” nya (order). Dalam resolusi-resolusi dan pidato-pidato mereka, Fahrer (Hitler, Pen.) dan Duce (Mussolini,Pen.) menakut-nakuti dunia dan melakukan agitasi terhadap mereka.
Kemudian apa yang terjadi pada waktu itu? Jelas bahwa terbukti dalam rezim yang kuat dan teratur rapi, di mana keinginan individu berada di bawah penguasa, kesalahan-kesalahan para penguasa adalah juga kesalahan-kesalahan pemerintah termasuk di dalamnya tindakan-tindakan kekerasan yang dilakukannya; kehidupan yang wajar berakhir karena segalanya tumbang dalam waktu yang sangat singkat, tetapi hal ini tidak berumur panjang hanya sampai pecah perang dunia II di saat mana ribuan nyawa dan harta benda dikorbankan.
Binatang sosialisme dan komunisme, sebagai lambang keberhasilan dan kemenangan, segera muncul menerangi dunia; Soviet Rusia duduk sebagai pemimpin tertingginya dalam kamp kolektif. Rusialah yang mengatur dunia ini dengan mengeluarkan suatu system yang ternyata berkali-kali mengalami perubahan dalam jangka waktu 30 tahun lamanya.
Penguasa-penguasa yang menganut paham demokrasi atau tepatnya penguasa-penguasa kolonialis yang juga silih berganti mengambil posisi untuk mengimbangi arus yang tengah melanda dunia itu. Pertarungan semakin sengit, di beberapa tempat terjadi secara terbuka sementara di tempat-tempat lain secara terselubung, dan bangsa-bangsa terombang-ambing tanpa pegangan, tidak mengetahui jalan mana yang terbaik; termasuk di antaranya bangsa-bangsa Islam dan orang-orang yang percaya kepada Al-Qur’an; dan masa depan mereka, apa pun yang terjadi, pada akhirnya berada di tangan Tuhan, dan ditentukan oleh sejarah dan semangat hidup mereka.
Perkembangan sosial dan perjuangan yang keras dan mati-matian ini menyadarkan para pemikir Muslim; setelah menelusuri dan memperbandingkan segala sesuatunya menjurus pada suatu kesimpulan bahwa untuk membebaskan mereka dari persoalan yang mereka hadapi, tidak ada jalan lain kecuali rakyat kembali secara sadar berlandaskan Islam.
Tidak ada artinya lagi untuk memberikan dukungan kepada pemerintah mana pun yang ada sekarang ini, yang jelas tidak mampu memberikan inspirasi kepada fikiran dan perbuatan mereka dan yang telah merusak masyarakat Muslim. Tidak ada alasan sama sekali untuk mengatakan bahwa pengorganisasian masyarakat atas landasan Islam yang murni akan tidak mampu menjaga keselamatan para anggotanya, karena adanya konsekuensi-kosekuensi yang tampak menakutkan.
Dunia telah lama di kuasai oleh sistem demokrasi, dan di mana-mana orang-orang mengagung-agungkan dan memberikan penghormatan kepada kemenangan-kemenangan system itu; dalam hal kemerdekaan individu, kemerdekaan masyarakat, keadilan dan kebebasan mengemukakan pendapat, keadilan dalam pemenuhan kebutuhan jiwa yang manusiawi dengan adanya kebebasan berbuat dan berkehendak, dan keadilan social yang merupakan sumber kekuatan.
Kemenangan pada akhir perang dunia I mengukuhkan kebenaran pandangan-pandangan ini, tetapi orang-orang segera menyadari bahwa kebebasan mereka itu tidak luput dari ancaman timbulnya anarkis, dan bahwa dalam banyak hal pemerintah juga belum bersih dari kediktatoran terselubung yang mengurangi rasa tanggung jawabnya dengan tidak membatasi kewenangannya. Kejahatan dan kekerasan mengakibatkan perpecahan bangsa, memporak-porandakan kehidupan bermasyarakat dan keluarga, serta memberi peluang untuk munculnya rezim-rezim diktator.
Jadi Naziisme Jerman dan Fasisme Italia bangkit kembali; Mussolini dan Hitler mengajak mereka masing-masing untuk bersatu, memerintah, memperoleh, berkuasa dan menang. Dalam waktu singkat mereka berhasil menciptakan ketertiban di dalam negeri, dan dengan ancaman kekerasan mereka ditakuti oleh negara-negara lain. Pemerintah-pemerintah mereka memberikan harapan yang nyata dan juga menumbuhkan fikiran yang kuat dan utuh. Orang-orang yang berbeda-beda dan bercarai-berai dipersatukan dan ditempatkan di antara “pemimpin” (chief) dan “pemerintah” nya (order). Dalam resolusi-resolusi dan pidato-pidato mereka, Fahrer (Hitler, Pen.) dan Duce (Mussolini,Pen.) menakut-nakuti dunia dan melakukan agitasi terhadap mereka.
Kemudian apa yang terjadi pada waktu itu? Jelas bahwa terbukti dalam rezim yang kuat dan teratur rapi, di mana keinginan individu berada di bawah penguasa, kesalahan-kesalahan para penguasa adalah juga kesalahan-kesalahan pemerintah termasuk di dalamnya tindakan-tindakan kekerasan yang dilakukannya; kehidupan yang wajar berakhir karena segalanya tumbang dalam waktu yang sangat singkat, tetapi hal ini tidak berumur panjang hanya sampai pecah perang dunia II di saat mana ribuan nyawa dan harta benda dikorbankan.
Binatang sosialisme dan komunisme, sebagai lambang keberhasilan dan kemenangan, segera muncul menerangi dunia; Soviet Rusia duduk sebagai pemimpin tertingginya dalam kamp kolektif. Rusialah yang mengatur dunia ini dengan mengeluarkan suatu system yang ternyata berkali-kali mengalami perubahan dalam jangka waktu 30 tahun lamanya.
Penguasa-penguasa yang menganut paham demokrasi atau tepatnya penguasa-penguasa kolonialis yang juga silih berganti mengambil posisi untuk mengimbangi arus yang tengah melanda dunia itu. Pertarungan semakin sengit, di beberapa tempat terjadi secara terbuka sementara di tempat-tempat lain secara terselubung, dan bangsa-bangsa terombang-ambing tanpa pegangan, tidak mengetahui jalan mana yang terbaik; termasuk di antaranya bangsa-bangsa Islam dan orang-orang yang percaya kepada Al-Qur’an; dan masa depan mereka, apa pun yang terjadi, pada akhirnya berada di tangan Tuhan, dan ditentukan oleh sejarah dan semangat hidup mereka.
Perkembangan sosial dan perjuangan yang keras dan mati-matian ini menyadarkan para pemikir Muslim; setelah menelusuri dan memperbandingkan segala sesuatunya menjurus pada suatu kesimpulan bahwa untuk membebaskan mereka dari persoalan yang mereka hadapi, tidak ada jalan lain kecuali rakyat kembali secara sadar berlandaskan Islam.
Penulis : Akmal
Editor : Team Editor LAPMI HMI Kom. Syariah & Hukum
0 komentar Blogger 0 Facebook
Posting Komentar