redaksiakalamasi.org – Oleh : Akmal

(Mahasiswa Jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan dan Kader Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Syariah dan Hukum Cabang Gowa Raya )

"Jangan terlalu percaya dengan pendidikan formal. Guru yang baik bisa melahirkan anak didiknya menjadi bandit-bandit jalanan, Apalagi kalau gurunya sudah bandit pula" ( Pramoedya Ananta Toer)

Ideologi dalam pendidikan mutlak menjadi unsur penting dalam proses pembentukan peradaban manusia dalam suatu bangsa. Kemajuan peradaban adalah wujud konkrit dari tingginya ilmu pengetahuan yang dibentuk oleh suatu bangsa tersebut. Tidak mudah untuk menjadi sebuah negara yang beradab. Proses untuk mencerdaskan perikehidupan bangsa mutlak harus dilakukan dengan pendidikan, Untuk meluncurkan manifestaso besar itu diperlukan model pendidikan yang tepat untuk membangun cita-cita tersebut. Model Pendidikan akan sangat mempengaruhi hasil cetakannya, yang menjadi persolan apakah dari hasil pendidikan yang telah dicanangkan oleh pemerintah sekarang ini sudah mengarah pada pembentukan manusia yang humanis dan berbudaya?Fenomena biaya pendidikan semakin mahal, internasionalisasi yang lebih ditekankan pada system kelembagaan pendidikan begitu menciderai hati rakyat miskin. Rakyat sangat berharap agar mendapatkan akses pendidikan yang terjangkau. Padahal, masih banyak rakyat miskin yang sulit mendapatkan akses pendidikan, apalagi ingin mendapatkan pendidikan gratis, mustahil terjadi.

Sementara itu hanya kelas menengah keatas yang bisa menikmati pendidikan. Elit-elit negeri ini nampaknya sudah kehilangan arah untuk mengkonstruksi sebuah pemikiran dalam pendidikan yang lebih beradab. Bahkan dunia pendidikan pun tak luput dijadikan sebagai lahan paling subur untuk korupsi. Anggaran 20 % untuk pendidikan hampir tidak dirasakan oleh rakyat. Persoalan kualitas pendidikanpun menjadi taruhannya, antara menjual cirta atau meningkatkan kualitas. Seolah birokrasi pusat hanya menjadi broker dan birokrasi kampus hanya menjadi anjing-anjing kapitalis yang tak beradab. Pendidikan cenderung dijadikan lahan untuk mencari capital sebanyak-banyaknya. Model pendidikan Di Indonesia harus dirubah menjadi system sosialis dan egaliterisme, agar tidak ada ketimpangan dalam sebuah kebijakan pendidikan. Akses pendidikan yang merata dan tidak membedakan status social, tidak lebih menekankan pada proses humanisasi, justru dehumanisasi malah terjadi, benang merah apa yang bisa menyebabkan semua ini bisa terjadi?

Orang miskin dilarang sekolah! Mungkin itu yang terjadi tidak lama lagi di Indonesia. Pasalnya, sekolah semakin mahal. Untuk masuk sekolah dasar yang unggul saja, orang tua bisa menghabiskan uang jutaan rupiah. Memang, ada yang murah, tetapi jangan ditanya kualitasnya; tentu apa adanya. Inilah yang disebut diskriminasi dalam dunia pendidikan kita. Kalau punya uang bisa mendapat kualitas pendidikan yang baik, kalau tidak punya, harus pasrah dengan kualitas pendidikan yang menyedihkan. Padahal seharusnya pendidikan berkualitas harus berlaku sama bagi siapa saja, punya uang atau tidak. Sebab, pendidikan berkualitas merupakan aset negeri dan bukan milik orang kaya saja.

Pengadopsian kebijakan kapitalis dalam dunia pendidikan memang semakin menguat. Dalam system kapitalis, peran negara diminimalisasi; negara hanya sebagai regulator. Peran swasta pun dioptimalkan. Muncullah istilah-istilah ‘luhur ‘ yang sebenarnya menipu, seperti otonomi sekolah, otonomi kampus, dewan sekolah; yang intinya negara lepas tangan terhadap dunia pendidikan. Akibatnya, sekolah dan kampus harus jungkir-balik mencari dana. Jalan pintas yang diambil sekolah adalah menaikkan biaya pendidikan. Jadilah pendidikan semakin mahal dan sulit dijangkau orang miskin. Untuk sekolah yang para orang tua muridnya dari kelas atas, mungkin tidak begitu masalah, sumbangan orangtua murid bisa membiayai sekolah. Tidak demikian dengan sekolah yang orangtua muridnya kelas bawah; alih-alih menyumbang untuk sekolah, untuk makan saja susah.

Ancaman komersialisasi menjadi kenyataan ketika perguruan tinggi berubah statusnya menjadi UU-PT (undang-undang perguruan tinggi) alasannya, memang kelihatannya bagus seperti meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan jaminan mutu. Namun, praktiknya adalah kapitalisasi pendidikan. Cirinya, peran Negara diminimalkan dan pendidikan lebih diserahkan kepada masyarakat. Lagi-lagi yang muncul adalah masalah pendanaan. Perguruan Tinggi akhirnya harus banting tulang untuk mencari sumber pendanaan mulai dari buka bisnis sampai yang paling gampang menaikkan biaya pendidikan. Hasilnya, pendidikan benar-benar komersialisasi.

Editor : Nur Aisyah Ramadhani


6 komentar Blogger 6 Facebook

  1. dalanm kondisi yang sperti ini...! kita hrus kmbali kpd sjarah rasulullah bgmna mmbangun suatu pradaban di madinah...rasulullah tdk pernah mmpermaslahkan ttang perekenomian rakyat pada awal pembangunanya....! dia hanya slalu berjuang bgmna mnyampaikan kebaikan ( berdakwah). ketika kita mlihat sjrhnya perdban yg ideal trbntuk pada saat itu, tdk trlepas dri tingginya tingkat spiritual orng orngnya...! ketika spiritualnya bgus maka yg lain pun akan ikut bgus...! jd mngkin intinya bgmna kita berjuang mlawan itu dengan mmbangun kmbali spritual masyarakat ...sperti yg di lakukan oleh rasulullah d zamanya....!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin bukan hanya spritual saja tapi mesti dibungkus antara Spritual,Emosional dan IQ nya...lalu tuangkan ke alam realitas...syukran

      Hapus
  2. ketika spuritual yg bgus...emosional dan IQ akan mngikut...! kita kembali kpd al qur an, yg membolak balikkan hati manusia itu adlah allah swt. persolan IQ .apaun yg anda ketahui kmarin,hari ini dan esok itu allah yg mngajarkan....! allah mngatakn di dlm al qur an....mintalah kpdku maka akan qu perkenankan permintaanmu..! tapi sbrapa bsar kyakinan kita trhadap allah....! dan untuk mngukur itu pasti bth spiritual yg bagus...! ad satu hal yg hampir terlupakan d klangan masyarakat kita, yaitu bagaimna melakukan shlat sperti shlatnya rasullullah...! jd jgn heran kita sistem yg ad hari itu sangt hancur...!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Teralalu general caranya klo bgtuki....karena sampai saat ini banyak org sholat tapi maksiat ji jg.... dalam surah al maun jg di bahas bahwa celakalah bagi org sholat...jadi bgmn tuh bung???

      Hapus
  3. Education is uneven may be caused by lack professional teachers.

    BalasHapus
    Balasan
    1. may be. but in the article above gives a reflection of the current education located in Indonesia.

      Hapus

 
REDAKSI AKLAMASI © 2016. All Rights Reserved | Developed by Yusran016
Top