redaksiaklamasi.org –
Oleh : Zubair
(Mahasiswa Jurusan Peradilan
Agama Fak. Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar sekaligus Kader
Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar
Cabang Gowa Raya)
Negara adalah organisasi
tertinggi yang mempunyai wewenang untuk mengatur hal-hal yang berkaitan untuk
kepentingan orang banyak serta mempunyai kewajiban-kewajiban untuk melindungi,
mensejahterakan masyrakatnya secara merata dan lain sebagainya. Adapun
denfenisi lain dari Negara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
“kelompok sosial yang menduduki suatu wilayah atau daerah tertentu yang di
organisasi dibawah lembaga politik dan pemerintah yang efektif, mempunyai
kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan
Nasionalnya.
Indonesia adalah suatu Negara yang
terdiri dari pulau-pulau serta memiliki berbagai macam suku, ras, agama, budaya
dan lain sebagainya. Indonesia memiliki sebuah konstitusi yaitu Undang-Undang
Dasar 1945 dan Pancasila. Undang-Undang Dasar 1945 menjelaskan di salah satu
paragrafnya bahwa:
“ ... untuk membentuk suatu
pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan social ”.
Secara definisi juga Undang-Undang 1945
sudah jelas meyebutkan bahwa tugas, tanggung jawab dan kewajiban pemerintah
yang menguasai Negara Indonesia yaitu “harus pro terhadap
rakyat,memberikan kesejahteraan dan melindungi setiap hak asasi manusia warga
negaranya”.
Akan tetapi secara empiris apa yang
terjadi di negara kita, penguasa itu tidak menjalankan tugas, tanggung jawab
dan kewajibanya sebagaimana dengan mestinya seperti apa yang ada didefinisi
Negara tersebut dan di Undang-Undang dasar 1945. Negara justru tidak memperhatikan
apa yang sedang dialami oleh masyarakatnya, Masih banyak pelanggaran HAM yang
terjadi di negeri ini mulai dari penculikan aktivis 98, penembakan Mahasiswa
Trisakti (1997), peristiwa Tanjung Priok (1998) dan pelanggaran HAM. Yang sulit
untuk dilupakan oleh teman-teman Kontras juga teman-teman aktivis HAM adalah
pembunuhan Munir (2004).
“Pelanggaran HAM ini telah diatur dalam
UU No. 39 tahun 1999, lantas mengapa masih banyak pelanggaran HAM yang
terjadi dan kenapa sampai saat ini kasus pelanggaran HAM yang telah saya
sebutkan belum terungkap?”
Bukan hanya masalah pelanggaran HAM
tetapi persoalan penegakan hukum yang tidak dijalankan dengan seadil-adilnya.
Tidak bias dielakkan lagi bahwa hukum di negeri ini seperti sebuah pisau yang
tajam ke bawah dan tumpul keatas. Dimana maling-maling kecil dihukum dengan
seberat-beratnya dan maling-maling besar malah diselamatkan.
Bukankah hukum dinegeri ini menganut
asas equality before the law atau semua orang sama dimata hokum, tetapi
mungkin asas itu tidak diterapkan lagi dinegeri ini.
Mengangkat contoh yang antara
lain:
·
Saudara “Hamdani” yang ‘mencuri’ sandal jepit bolong milik
Perusahaan di mana tempat ia bekerja,
·
Nenek Minah yang mengambil tiga butir kakao di Purbalinggaserta
·
Kholil dan Basri dikediri yang mencuri dua biji semangka langsung ditangkap dan
di hukum seberat-beratnya
Tapi coba kita melihat para Tirani
kepala batu, yang mana memiliki kekuasaan dan jabatan malah di beri hukuman
yang tidak logis contohnya saja:
·
Kasus Gayus Tambunan
·
Pegawai Ditjen Pajak Golongan III menjadi miliyader dadakan yang
diperkirakan mencuri uang Negara (KORUPSI) sebesar 28
milliar,tetapi hanya dikenakan 6 tahun penjara,
·
Kasus Bank Century dan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akhil Mochtar ditangkap
dalam OTT atau Operasi Tangkap Tangan yang dilakukan pada saat itu,
·
KPK menyita uang dollar singapura senilai Rp 3 Milliar
Nah, ini semua menunjukkan bahwa
kondisi penegakan hukum di Indonesia dalam kondisi “awas”. Hampir semua
kasus korupsi di Negeri ini belum mecapai keputusan yang jelas. Padahal semua
kasus tersebut begitu merugikan Negara dan masyarakat di Negeri ini.
Anda sendiri yang dapat menyimpulkan
bahwa, apakah betul hukum di Negeri ini masih memakai asas equality before
the law atau tidak?.
Belum lepas dari persoalan penegakan
hukum di Negeri ini, masih ada lagi persoalan fakir miskin dan anak terlantar.
Yang mana kemudian tidak diperhatikan oleh Negara yang membuat Kota-Kota besar
di Negeri ini di indentikkan dengan bahasa kotor yaitu tak terurus . Bagaimana
tidak, hadirnya anak terlantar, anak jalanan, pengemis dan pengamen
kemudian tidak sama sekali di pelihara dengan semestinya manusia.
Sementara dalam pasal 34 ayat 1 Undang
undang Dasar 1945 sangat jelas disebutkan bahwa “Fakir miskin dan anak-anak
terlantar dipelihara oleh Negara”.
Lantas apa yang menjadi alasan
pemerintah selaku penguasa di Negeri ini untuk tidak memperdulikan mereka?.
Ingat Anak-anak jalanan yang putus
sekolah juga termasuk penerus dari Negara ini. Mereka juga yang akan
melanjutkan dan memperbaiki Negara ini. Jadi pemerintah harus memberi perhatian
serius kepada mereka. Cerdaskan anak-anak jalanan yang putus sekolah sesuai
dengan isi Undang-Undang Dasar 1945. Karena mereka adalah bagian dari bangsa
ini, hentikan pula kekerasan HAM yang marak terjadi dinegeri kita tercinta ini,
serta tegakkan hukum dinegeri ini yang sebagaimana dimaksud tentang keadilan
yang dapat melahirkan kemakmuran itu sendiri.
Kab. Gowa – Tamarunang, 10 Januari 2017
Editor : Andi Haerur Rijal
0 komentar Blogger 0 Facebook
Posting Komentar