gga hari ini. Siapa saja yang menguasai aparatus ideologis dipercaya akan dapat menguasai kehidupan suatu negara. Di Amerika Serikat, penguasaan atas aparatus ideologis itu beriringan dengan penguasaan terhadap industri-industri penting di tangan segelintir elit yang juga menetek pada kekuasaan. Dan hasilnya adalah rekayasa sejarah yang didukung oleh praktik manipulatif dari media-media besar.
Praktik merekayasa sejarah dan manipulasi media ini di Amerika Serikat, sebagaimana ditelanjangi oleh Noam Chomsky, mulai mengemuka dan bahkan dianggapnya sebagai ‘keahlian khusus’ Amerika Serikat sejak terlibat dalam Perang Dunia Pertama. Hal ini tampak sekali dalam kasus kampanye hitam dan pengutukan terhadap Sandinista serta pembelaan terhadap negara-negara yang melakukan teror dan kekejamaan (seperti Israel dan Saudi Arabia) yang didukung Amerika Serikat.
Dalam kasus Sandinista, contohnya, Noam Chomsky dan banyak intelektual kritis lainnya menyebut rejim Sandinista sebagai pemerintahan yang sedang mengerjakan pembaharuan pembangunan yang unik dan alternatif. Dalam sebuah wawancara, Chomsky menggambarkan Sandinista sebagai “sebuah rejim yang menggunakan sumberdaya mereka yang terbatas untuk rakyat miskin. Inilah mengapa angka melek huruf di Nikaragua meningkat tajam. Inilah mengapa angka kesehatan juga meningkat. Inilah mengapa reforma agraria berjalan, serta konsumsi bahan pangan dan subsistensi pangan di negeri itu meningkat”.
Namun, gambaran dari Noam Chomsky dan para intelektual kritis itu berbeda terbalik dengan penguasa Amerika Serikat dan media massanya yang menggambarkan rejim Sandinista sebagai rejim teroris yang mendukung M-19 Kolumbia dalam aksi kejahatan di Pengadilan Kolumbia. Meski kedua negara (Nikaragua-Kolumbia) saling membantah dan meragukan tuduhan ini, tetapi pemerintahan Reagan merespon hal itu dengan mendukung Kontra (kelompok militer yang melawan rejim Sandinista) untuk menggulingkan pemerintahan Kiri tersebut.
Untuk memprovokasi dan memanipulasi situasi tersebut, salah satu media massa tersohor, Times, misalnya menyatakan bahwa pemerintahan Amerika Serikat mestinya mengambil tindakan terhadap “pelanggaran moral Sandinista”, demi memajukan “demokrasi di Nikaragua yang komunis dan totalitarian”, sebab negara dianggap sebagai “ancaman keamanan bagi benua Amerika”.
Hasil dari provokasi dan manipulasi media Times tersebut adalah munculnya tentara-tentara teror Kontra yang dibiayai dan didukung oleh Amerika Serikat untuk memicu perang melawan pemerintahan Nikaragua melalui aksi-aksi terorisme, pemerkosaan, pembantaian petani dan rakyat miskin, serta penyiksaan-penyiksaan keji.
Sementara praktik pembelaan membabi-buta terhadap negara-negara teror klien Amerika Serikat, seperti pada Israel dan El-Salvador, juga dilakukan oleh sekumpulan elit intelektual dan media massa Amerika Serikat. New York Times misalnya menggambarkan Israel sebagai “simbol kebaikan manusia”. Padahal pendudukan dan kekejian Israel di tanah Palestina telah mengakibatkan kekejaman dan kekerasan yang tiada-taranya. Media massa-media massa besar juga membela kekejaman Israel terhadap rakyat Palestina dengan menyebut bahwa tindakan kekerasan negara Israel memang diperlukan untuk menghadapi aksi-aksi perlawanan rakyat Palestina.
Praktik semacam ini, pengutukan terhadap negara-negara yang dimusuhi dan pembelaan terhadap negara-negara yang didukungnya, disebut oleh Noam Chomsky berasal dari sebuah doktrin yang memiliki pola “marah luar biasa terhadap kejahatan-kejahatan yang dilakukan musuh sambil memuja-muja setinggi langit terhadap ketinggian prinsip yang kita [Amerika Serikat] anut yang bercampur-aduk dengan kemampuan yang luar biasa ‘untuk menutup mata’ terhadap kejahatan-kejahatan yang telah kita turut ciptakan”.
Akibatnya, menurut Noam Chomsky, kultur politik dan media massa di Amerika Serikat cenderung memiliki “perilaku membisu dan membenarkan diri atas kejahatan-kejahatan negaranya sendiri dan negara-negara kliennya”. Sebuah kemunafikan yang tak ada tandingannya, yang membuktikan bahwa Amerika dan para sekutunya justru menjadi sumber penderitaan dan perang di dunia saat ini
Penulis: Sulaiman Djaya
Editor: Andi Muh Satriansyah
0 komentar Blogger 0 Facebook
Posting Komentar