redaksiaklamasi.org - Dalam cuaca yang dingin dan langit tak berawan, pada tanggal 28 Januari 1986, dari Tanjung Canaveral, Florida, Amerika Serikat, diluncurkan sebuah pesawat ulang-alik. Diantara tujuh awak pesawat tersebut, salah satu yang ikut mengangkasa adalah Christa McAuliffe, seorang guru sekolah dasar dari daerah New England yang terpilih untuk menjadi “Guru di Ruang Angkasa”, suatu program khusus dari NASA untuk mendorong daya tarik siswa sekolah tentang sains dan teknologi. Challenger Space Shuttle menghidupkan dua roket pendorong untuk mulai mengangkasa, meninggalkan asap gelap di tempat peluncuran, bergerak ke arah timur di atas Samudera Atlantik dengan suara yang menggelegar. Suatu peluncuran yang sempat tertunda empat kali karena rendahnya suhu musim dingin.
Namun, tujuh puluh dua detik kemudian
dua roket pendorong terlihat bergerak ke arah yang berbeda. Pada detik ke tujuh
puluh tiga tangki bahan bakar yang ternyata bocor melepaskan hidrogen cair ke
udara, yang dengan seketika meledakkan seluruh bagian pesawat ulang alik. Awan
ledakan dan asap kebakaran terbentuk di angkasa. Beberapa detik kemudian
berbagai serpihan Challenger berhamburan, dan semua awak pesawat dinyatakan
meninggal dunia seketika. Peristiwa yang disiarkan langsung oleh televisi ini
dan juga disiarkan berulang kali, menjadikan hal ini salah satu bencana
tekhnologi yang disaksikan oleh banyak orang dalam sejarah manusia.
Komisi penyelidik yang terdiri dari
para pakar dan ilmuwan yang dianggap netral dibentuk untuk meneliti kejadian
tersebut oleh Presiden Ronald Reagan. Salah satu anggotanya adalah Richard P.
Feynman, doktor fisika peraih hadiah Nobel yang juga dosen di California
Institute of Technology (Caltech). Setelah ditunjuk, Feynman mengumpulkan
berbagai data dan informasi tentang peluncuran pesawat ulang alik tersebut,
mesinnya, serta roket pendorong; salah satu yang terungkap adalah bahwa pada
setiap peluncuran selalu terdapat resiko yang menyertainya. Kecurigaan akhirnya
diarahkan pada bagian roket pendorong pesawat ulang alik. Roket pendorong
dibuat secara bersusun karena sangat panjang, yang tiap bagian susunannya
dihubungkan dengan pin yang terkunci rapat untuk mencegah timbulnya kebocoran
bahan bakar keluar dari kedua roket pendorong. Sepasang ring berbentuk seperti
hurup O yang bahan dasarnya dari karet, dengan ketebalan setengah sentimeter,
mengelilingi roket sepanjang 12 meter (diameter roket) dipasang di sekitar pin
untuk membuat tidak lepas dan terus melekat pada pin.
Percobaan Sederhana Feynman
Untuk menjelaskan dugaannya, pada suatu
konferensi pers Komisi Penyelidik Challenger, Feynman menyiapkan air es yang
suhunya sekitar OoC sesuai dengan suhu kondisi cuaca saat peluncuran
Challenger, satu contoh ring terbuat dari karet dan klem, alat penjepit yang
digunakan untuk memberikan tekanan. Di hadapan kamera televisi, dia
memperagakan satu percobaan fisika sederhana: mencelupkan ring karet ke dalam
air es beberapa saat, kemudian mengangkatnya dan memasangnya pada klem untuk
diberi tekanan. Feynman kemudian berkata “Setelah saya mencelupkan ring ini ke
dalam air es, saya menemukan bahwa ketika diberikan tekanan sebentar saja pada
ring karet itu, kemudian melepaskannya lagi, ring karet ternyata tidak kembali
ke bentuk semula. Saya percaya hal ini mempunyai sumbangan penting terhadap
masalah kita”. Penelitian lanjutan membenarkan percobaan sederhana Feynman,
ke-tidak-elastis-an ring karet memang menjadi penyebab bocornya hidrogen cair
dari roket pendorong yang akhirnya meledakkan Challenger. Komentar atas
demonstrasi Feynman tersebut pun bermunculan, salah satunya: “Masyarakat
melihat dengan sendirinya bagaimana sains telah sukses, bagaimana seorang
ilmuwan berpikir dan memperagakan hipotesa dengan tangannya; bagaimana alam
akan memberikan jawaban yang jelas ketika seorang ilmuwan bertanya dengan
pertanyaan yang tepat” kata Freeman Dyson.
Peristiwa di atas selain menggambarkan
salah satu produk mutakhir pencapaian sains dan teknologi, yaitu pesawat ulang
alik Challenger, juga jelas menunjukkan kekuatan sains sebagai metoda pemecahan
masalah atas musibah yang dialaminya.
Domain Sains
Apa yang dimaksud dengan sains? Jawaban
untuk pertanyaan ini akan sangat beragam, termasuk jawaban dari para ilmuwan
sendiri. Namun, bagi seorang guru sains jawabannya akan sangat berarti, karena
selain menunjukkan apa yang dia pahami juga akan mempunyai pengaruh yang
menentukan terhadap apa yang dia ajarkan pada siswa, bagaimana cara dia mengajarkannya
di kelas serta apa yang dia harapkan dari siswa melalui evaluasi/penilaian.
Sebagai ilustrasi rangkuman riset tentang pengajaran sains yang dilakukan oleh
Hodson (1993) menunjukkan hal yang menarik. Temuan riset tentang pemahaman
siswa akan sains dalam satu kelas biasanya selalu konsisten, sedangkan pada
siswa lain kelas sangat jauh berbeda, yang jelas menunjukkan bahwa pemahaman
siswa tentang sains sangat dipengaruhi oleh pengalaman belajar yang ditentukan
oleh pandangan guru tentang sains. Pada riset lain ditemukan, siswa-siswa dari
tiga sekolah yang berbeda walaupun diajari materi pelajaran yang sama namun
diberikan oleh guru yang berbeda menghasilkan pemahaman siswa yang beragam, hal
ini terjadi karena pemahaman, cara mengajar dan perbedaan pandangan dari
guru-guru sains yang juga berbeda-beda. Singkatnya hal ini menyimpulkan bahwa
konsepsi siswa tentang sains sangat dipengaruhi oleh pandangan guru tentang
sains.
Secara sederhana sains dapat berarti
sebagai tubuh pengetahuan (body of knowledge) yang muncul dari pengelompokkan
secara sistematis dari berbagai penemuan ilmiah sejak jaman dahulu, atau biasa
disebut sains sebagai produk. Produk yang dimaksud adalah fakta-fakta,
prinsip-prinsip, model-model, hukum-hukum alam, dan berbagai teori yang membentuk
semesta pengetahuan ilmiah yang biasa diibaratkan sebagai bangunan dimana
berbagai hasil kegiatan sains tersusun dari berbagai penemuan sebelumnya. Sains
juga bisa berarti suatu metode khusus untuk memecahkan masalah, atau biasa
disebut sains sebagai proses. Metode ilmiah merupakan hal yang sangat
menentukan, sains sebagai proses ini sudah terbukti ampuh memecahkan masalah
ilmiah yang juga membuat sains terus berkembang dan merevisi berbagai
pengetahuan yang sudah ada.
Selain itu sains juga bisa berarti
suatu penemuan baru atau hal baru yang dapat digunakan setelah kita
menyelesaikan permasalahan teknisnya, yang tidak lain biasa disebut sebagai
tekhnologi. Tekhnologi merupakan suatu sifat nyata dari aplikasi sains, suatu
konsekuensi logis dari sains yang mempunyai kekuatan untuk melakukan sesuatu.
Sehingga biasanya salah satu definisi popular tentang sains termasuk juga
teknologi di dalamnya. Aspek-aspek lain dari sains dari kemungkinan lainnya
pada jawaban pertanyaan di atas adalah: dampak sains melalui teknologi terhadap
masyarakat, sifat sains yang terus berkembang, tujuan akhir dari sains,
karakteristik seorang ilmuwan dan lainnya.
Sejarah perkembangan sains menunjukkan
bahwa sains berasal dari penggabungan dua tradisi tua, yaitu tradisi pemikiran filsafat
yang dimulai oleh bangsa Yunani kuno serta tradisi keahlian atau ketrampilan
tangan yang berkembang di awal peradaban manusia yang telah ada jauh sebelum
tradisi pertama lahir. Filsafat memberikan sumbangan berbagai konsep dan ide
terhadap sains sedangkan keahlian tangan memberinya berbagai alat untuk
pengamatan alam. Selanjutnya, sains modern bisa dikatakan lahir dari perumusan
metode ilmiah yang disumbangkan Rene Descartes yang menyodorkan logika rasional
dan deduksi serta oleh Francis Bacon yang menekankan pentingnya eksperimen dan
observasi.
Sumbangan konsep dan ide dalam sains
terbukti telah banyak mengubah pandangan manusia terhadap alam sekitarnya.
Contoh yang paling terkenal adalah teori relativitas dari Albert Einstein.
Teori relativitas umum ini misalnya telah mengubah pandangan orang secara
drastis akan sifat kepastian waktu serta sifat massa yang dianggap tetap.
Disamping kekuatan konsep dan ide, melalui keampuhan alat dan telitinya
pengamatan, kegiatan sains juga terbukti menjadi pemicu berbagai revolusi
ilmiah. Pengamatan bintang-bintang oleh Edwin Hubble melalui teleskop di Gunung
Wilson pada tahun 1920-an misalnya, membawa beberapa implikasi seperti adanya
galaksi lain selain Bimasakti dan adanya penciptaan alam semesta secara ilmiah
dengan makin populernya teori ledakan besar (Big Bang).
Teori-teori dalam sains terus
berkembang dengan pesatnya, menggantikan berbagai teori yang ternyata terbukti
salah setelah melalui konfirmasi percobaan ataupun memperbaiki dan melengkapi
teori yang telah ada sebelumnya. Suatu teori adalah suatu konstruksi yang
biasanya dibuat secara logis dan matematis yang bertujuan untuk menjelaskan
fakta ilmiah tentang alam sebagai mana adanya. Suatu teori yang baik harus
mempunyai syarat lain selain dapat menjelaskan, yaitu dapat memberikan adanya
prediksi; contohnya dengan pertanyaan: Bila saya melakukan hal ini apa yang
terjadi? Sebagai contoh, teori kuno yang menyatakan alam ini terdiri dari empat
unsur yaitu tanah, udara, api dan air memenuhi syarat dapat menjelaskan
komposisi alam, namun gagal bila mencoba memperkirakan dari mana semua unsur
itu berasal dan bagaimana interaksinya dalam mahluk hidup misalnya. Sedangkan
teori relativitas umum dari Einstein selain bisa menjelaskan bagaimana gaya
gravitasi bekerja dan pergerakan benda langit secara tepat dibanding hukum
gravitasi Newton, ternyata juga bisa memprediksikan adanya pembelokan cahaya
bintang oleh matahari karena kuatnya gaya gravitasi dan hal itupun telah sukses
dibuktikan.
Namun terkadang teori juga tidak bisa
berbuat banyak karena konsekuensinya terlalu rumit bahkan untuk sekedar
diramalkan. Untuk mengatasi hal ini para ilmuwan mengembangkan apa yang disebut
dengan model. Model merupakan penyederhanaan dari suatu teori yang menjelaskan
alam semesta misalnya secara lebih mudah akan satu aspek tertentu, namun
menghilangkan aspek lainnya. Model berguna karena perilakunya yang cukup
sederhana untuk dipahami dan diramalkan, walaupun terkadang model bisa menjadi
tidak terlalu berguna karena banyak hal tidak berhubungan langsung dengan
kenyataannya. Model atom merupakan salah satu contoh keterbatasan model yang
terjadi dalam sejarah ilmu pengetahuan modern yang biasa disampaikan pada siswa
pada pelajaran kimia dan fisika. Dimulai dengan model atom seperti bola yang
dikemukakan oleh John Dalton. Model bola pada abad ke-19 direvisi oleh J.J.
Thomson dari penelitiannya tentang sinar katoda, dia mengusulkan model atom
berbentuk seperti roti kismis dimana bola bermuatan positif (roti) yang
ditempeli oleh electron (kismis) yang bermuatan negatif. Awal abad ke-20,
Rutherford mengusulkan model bahwa atom hampir mirip ruang kosong dengan inti
yang merupakan pusat masa berisi proton dengan elektron berada pada orbit
(tidak menempel seperti kismis seperti pada model Thomson) berdasarkan
percobaannya yang menembakkan sinar alfa pada lempeng emas; lalu dikembangkan
lagi oleh Bohr dengan model atom mekanika gelombang dimana orbit menjadi
orbital dan kemudian hilangnya sifat partikel dari elektron dan lebih bersifat
gelombang.
Perkembangan teori atom memberikan kita
contoh nyata tentang tentatifnya suatu teori dalam ilmu pengetahuan. Mengapa
hal ini bisa terjadi? Hal ini disebabkan karena teori-teori atau hukum-hukum
alam dalam sains adalah suatu generalisasi atau ekstrapolasi dari pengamatan,
dan bukan pengamatan itu sendiri. Sedangkan pengamatan itu sendiri selalu tidak
akurat atau tidak menjelaskan semua aspek yang seharusnya diamati. Apa yang
dijelaskan dengan model atom Thomson contohnya, hanya berdasar pengamatan dari
percobaan sinar katoda saja; model ini direvisi oleh Rutherford setelah dia
membuktikan keberadaan inti. Sehingga unsur ketidakpastian dan kerelativan
menjadi hal yang penting dalam ilmu pengetahuan modern yang membuatnya terus
berkembang.
Sumber: Gleick (1993) Genius, Richard Feynman and Modern Physics
Editor:
Andi Muh Ridha R
0 komentar Blogger 0 Facebook
Posting Komentar