(Foto: Hugo Chavez dan Bashar Al-Assad. Dok. S.D)


redaksiaklamasi.org - “Jika imperialisme AS berhasil mengonsolidaikan dominasinya, maka umat manusia tidak mempunyai masa depan. Oleh karenya, kita harus menyelamatkan umat manusia dan mengakhiri imperialisme Amerika Serikat” (Hugo Chavez)

Pemimpin Venezuela ini dikenal gencar membangun kekuatan baru demi melawan politik unipolar Amerika dkk. Setelah Kim II-Sung, Deng Xiaoping, Peron, Nikita Khrushchev dan Broz Tito meninggal serta pemimpin “diktator” Kuba, Fidel Castro, meletakkan jabatannya, dialah salah satu dari beberapa pemimpin yang menjadi penentang kekuasaan hegemonik dalam konstelasi perpolitikan dunia.

Sentimen Hugo Chavez dan barisan pemimpin Amerika Latin lain dipersatukan oleh politik imperialis Amerika Serikat (AS) dan sekutunya. Dengan memaksakan liberalisasi perdagangan dan sistem ekonomi kapitalistik, Amerika dkk bukannya menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan sebagaimana yang didalihkan selama ini, namun justru malah memperburuk dan memperparah kehidupan sosial-ekonomi.

Politik unilateral AS yang acapkali menggunakan kekuatan militer dan senjata terhadap negara lain itu memantik terbitnya kebencian bersama yang mendalam. Simpati yang kemudian bergeser menjadi antipati. Itulah simpul yang menyatukan presiden Venezuela, Hugo Chavez, berserta sejumlah pemimpin Amerika Latin lainnya. Bahkan presiden Iran, Mahmoud Ahmadinejad yang dijuluki sebagai Singa dari Aradan itu, juga getol menentang keras terhadap segala dominasi negeri Paman Sam, lebih-lebih terkait isu nuklir di dalam negeri Iran dan masalah Timur-Tengah seputar Palestina dan Israel.

Dalam beberapa dekade, politik unilateral AS merupakan sekelindan ambisi untuk menjadi penentu politik dunia, polisi dunia dan sekaligus penguasa ekonomi, industri dan perdagangan dunia. Hal ini diperkuat dengan rezim-rezim “populis” internasional yang dibentuknya. Sebut saja “rezim” moneter IMF, Bank Dunia, WTO dan lain sebagainya. Keberadaannya memperburuk dan memperparah tatanan kehidupan sosial-ekonomi serta gagal menanggulangi disparitas antara si kaya dengan si miskin.

Untuk melawan imperialisme AS dkk itu, pemimpin progresif ini memiliki beribu cara bahkan cukup unik dan berani. Setelah melakukan nasionalisme perusahaan asing, ia juga membatasi penggunaan bahasa Inggris. ’’Berbahasa Spanyol-lah dan katakan dengan bangga’’, slogan ini menjadi senjata Presiden Chavez untuk melawan imperialisme AS yang telah merusak kehidupan sosialis, termasuk dalam hal bahasa yang disampaikan secara terbuka baru-baru ini.

Selain masalah bahasa, Chavez juga memberikan solusi dalam mengatasi dampak buruk imperialisme. Dia bahkan membiayai produksi film yang ada di Venezuela untuk menghambat invasi dari film-film Hollywood. Dia juga memaksa stasiun radio untuk lebih banyak memutar lagu-lagu Venezuela. Tentu saja, presiden berhaluan “kiri” ini sangat membenci AS.

Di mata Chavez, AS merupakan kekuatan yang serakah dan ingin menguasai seluruh dunia secara absolut. Sebagai pemimpin yang setia terhadap sistem sosialis, Chavez merasa berkewajiban untuk melawan hegemoni Negeri Paman Sam. Bahkan, Chavez pernah menyebut Presiden AS George W Bush sebagai setan jahat saat berpidato di markas besar Persatuan Bangsa-Bangsa pada beberapa waktu yang silam.

Semangat Revolusi Bolivarian di Venezuela, mengantarkan Chavez untuk memperkenalkan demokrasi partisipatoris dan sosialisme abad 21. Meluncurkan serangkai program ekonomi dan sosial bagi rakyatnya. Mulai dari Mission Robinson (program untuk melakukan kampanye memberikan pelajaran aritmetika, membaca dan menulis kepada para remaja), Mission Guaicaipuro (program untuk memberikan perlindungan kehidupan, agama, tanah, budaya dan hak-hak orang pribumi) hingga Mission Sucre (program bebas pendidikan bagi remaja yang tidak mampu menyelesaikan pendidikan dasar).

Penulis: Ahmad Makki Hasan 

Editor: Nur Aisyah Ramadhani

0 komentar Blogger 0 Facebook

Posting Komentar

 
REDAKSI AKLAMASI © 2016. All Rights Reserved | Developed by Yusran016
Top