(Dok. Int)


redaksiaklamasi.org - Oleh: Mohammad Sholihul Wafi (Pemerhati Politik di Yogyakarta)
 
Pelaksanaan pesta demokrasi pilkada serentak di 101 daerah yang akan dihelat pada tanggal 15 Februari 2017 sudah semakin dekat. Tentu saja, melalui pilkada serentak kedua yang dihelat di tujuh provinsi, 18 kota, dan 76 kabupaten di Indonesia ini, diharapkan lahir pemimpin-pemimpin yang akan mengakhiri sengkarut permasalahan-permasalahan daerah. Bukan hanya pemimpin dari perwakilan partai yang pintar obral janji kosong, tapi juga pemimpin negarawan yang mampu bertindak dan berjasa besar pada kemajuan daerahnya.

Negarawan (statesman) sebagai istilah yang populer dalam perbendaharaan bahasa politik kerap kali dikonotasikan sebagai politisi paripurna. Seorang negarawan merujuk pada politisi yang berkiprah cukup lama di kancah politik serta berprestasi dan berjasa besar kepada negara. Dalam hal ini, tentu saja tokoh yang berjasa (worthy) pada bangsa adalah seorang yang mengabdikan tenaga dan pikirannya guna kemajuan dan kemakmuran bangsanya (Alfian, 2016).

Maka, kepemimpinan politik seorang negarawan terkait dengan komitmen kebangsaan dan kenegaraan. Sehingga menuntut para politisi meminimalisasi kepentingan pribadi dan kelompok dan memaksimalisasi kepentingan bangsa dan negara yang lebih luas. Kiki Syahnakari (2008) mencatat, negarawan adalah karakter, sikap, visi, dan orientasi mengedepankan nilai-nilai kebangsaan dan kerakyatan melampaui ego seorang pemimpin. Menurutnya, seseorang dapat disebut negarawan, jika senantiasa memikirkan yang terbaik bagi kebangsaan, kerakyatan, bahkan kemanusiaan universal melalui ladang pengabdian atau profesinya.

Jadi, seorang negarawan selalu berpikir dan berkorban demi bangsa dan negaranya. Baginya, negara-bangsa adalah segalanya. Maka, idealnya  ketika kader partai terpilih menjadi pejabat negara atau wakil rakyat, maka ia berlaku sebagaimana adagium “ketika tugas negara dimulai, maka kepentingan politik berakhir”. Dalam artian, ia tidak boleh mencampur adukkan kepentingan parpol dan amanah kenegaraan yang diembannya. Karena, hanya akan tumpang tindih. Amanah kenegaraan yang diemban hanya akan jadi alat kepentingan parpol. Bukan alat menyejahterakan rakyatnya. Disinilah, seorang negarawan sesungguhnya harus paham makna skala prioritas, mana yang perlu didahulukan (kepentingan bangsa dan negara yang lebih luas) dan yang tidak (kepentingan parpol dan kelompok).

Lebih lanjut, Aristoteles mengatakan, seorang negarawan memiliki karakter moral yang pasti, di mana pengikutnya dapat meneladani sepenuh hati. Seorang negarawan memiliki watak baik dan senantiasa menjaga citra dirinya dengan melakukan aktivitas yang bermanfaat bagi masyarakat, negara dan bangsa. Tak ayal, James Freeman Clarke mengatakan, “seorang politikus memikirkan soal pemilu yang akan datang, seorang negarawan memikirkan generasi yang akan datang”. Pernyataan ini menegaskan bahwa seorang negarawan tidak seperti politisi biasa, yang bermotif kekuasaan.

Diakui atau tidak, kendala pemimpin memiliki karakter negarawan adalah power-oriented yang obsesif. Tendensi mengoleksi dan mengakumulasi segala sumber daya untuk merebut/mempertahankan kekuasaan tampak begitu telanjang (Syahnakari, 2008: 206). Sehingga, amanah yang seharusnya diemban dan dilaksanakan sepenuh hati dengan penuh visi sebagai ‘penyelenggara negara’ justru semakin buram ditelan ambisi kekuasaan. Pemimpin yang bukan negarawan tak lebih dari ‘penyelenggara negara’ yang tidak mengerti mau dibawa ke arah mana daerah yang dipimpinnya. Ia seolah hanya atribut pelengkap struktur kenegaraan yang bukan membawa kemajuan, justru malah menggerogoti sendi-sendi harapan kemajuan daerah.

Namun demikian, akhir-akhir ini jagat politik nasional selalu krisis politisi dan pemimpin negarawan. Tak ayal, kalau banyak politisi melakukan tansaksi jual beli politik dan tindak korupsi. Banyak pemimpin yang lebih peduli nasib dirinya dan partainya daripada rakyat yang dipimpinnya. Amat sedikit pemimpin yang memiliki karakter negarawan yang memimpin Indonesia. Padahal, andaikan semua pemimpin yang ada di seluruh Indonesia memiliki watak negarawan, dapat dipastikan Bangsa Indonesia sudah maju, makmur dan sejahtera di setiap daerah.

Maka, dalam momentum Pilkada yang dilaksanakan di 101 daerah ini, semua pasti berharap pemimpin daerah yang terpilih adalah sosok pemimpin negarawan. Bukan hanya sosok kader partai yang menjelma menjadi pemimpin daerah yang justru lebih mementingkan kepentingan partai daripada kemajuan dan kesejahteraan daerah yang dipimpinnya.

Jadi, siapapun nanti yang terpilih dalam pesta demokrasi Pilkada, harus mengubur secara dalam-dalam ambisi “menguasai” segalanya. Sebaliknya, ia harus memupuk ghirah “mengabdi” untuk rakyat daerah. Itulah karakter pemimpin daerah yang memiliki karakter negarawan. Ia selalu peduli dengan nasib daerah yang dipimpinnya di atas segalanya. Karena, diakui atau tidak, masa depan kemajuan daerah berada di tangan pemimpin daerah. Kalau pemimpin daerahnya hanya peduli dengan hasrat kekuasaan dan tidak peduli nasib daerahnya, bagaimana mungkin daerah akan semakin maju? Yang ada, kemajuan daerah justru jalan di tempat dan bahkan mundur secara teratur. Tentu saja, kita tidak berharap itu terjadi. Wallahu a’lam bish-shawaab.

Biodata Penulis

Nama                                      : Mohammad Sholihul Wafi

No. KTP                                 : 3319043107950002

TTL                                        : Kudus, 31 Juli 1995

Alamat Asal                          : Jln. Kudus-Purwodadi Km. 12, Desa Undaan Kidul Gang 9 RT. 02/ RW. 03 Kec. Undaan Kab. Kudus 59372 Jawa Tengah Indonesia

Akun FB                                 : Mas Wafy

No Telp                                  : 085741258658

No. Rekening                         : Bank BNI dengan nomor 354616255

 atas nama MOHAMMAD SHOLIHUL WAFI
Aktivitas sekarang   :

1.      Mahasiswa Pendidikan Matematika di Universitas Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta angkatan 2012
2.      Aktif di Forum Penulis Muda Jogja
3.      Ketua Bidang Pendidikan dan Pelatihan BPL HMI Cabang Yogyakarta Periode 2015-2016
4.      Tentor Matematika
5.      Penulis Buku-Buku Pelajaran Matematika

Editor: Andi Haerur Rijal

0 komentar Blogger 0 Facebook

Posting Komentar

 
REDAKSI AKLAMASI © 2016. All Rights Reserved | Developed by Yusran016
Top