Dok. Andi Haerur Rijal


redaksiaklamasi.org - Dalam era generasi sekarang para kader HMI yang masih berhimpun aktif itu kemudian menuai banyak kritikan oleh beberapa KAHMI (Korps Alumni HMI) salah satunya ialah; para kader saat ini yang katanya selaku kader HMI sebagai penerus perjuangan, akan tetapi dalam pengamatan para KAHMI sebagian roda perjuangan tercium aroma gerakan perjuangan politik dan sehingga perjuangan tersebut sia-sia atau tidak menuai sebuah hasil perjuangan yang diharapkan.

Mengapa terjadi demikian? Karena sebagian kader yang aktif berhimpun masih ada yang dikontrol dalam gerakan yang dilakukan. Inilah penyakit yang diderita sebagian kader HMI saat ini ketika para kader menyuarakan inspirasinya di jalanan.

Penyakit ini telah lama diderita para kader yang berhimpun dalam organisasi HMI gerakan perjuangan dijadikan sebagai gerakan politik praktis sehingga para kader saat ini asik dalam gerakan tersebut.

banyaknya sebuah tulisan2 alumni HMI yang menggambarkan HMI yang dulu, kini dan akan datang. salah satunya seperti;
".....Banyak alumni HMI berperan di era Orde Baru, hingga kini, melalui berbagai infrastruktur sosial/politik di dalam berbagai kancah pengabdian kepada bangsanya. Fenomena keberhasilan perjuangan HMI dulu sering membuat seseorang atau organisasi lain merasa iri atau cemburu. Namun kini, HMI seakan mengalami degradasi".

Dalam buku yang berjudul “Menggugat HMI; Mengembalikan Tradisi Intelektual”, digambarkan sebagian dari degradasi yang dialami oleh organisasi yang berasaskan Islam ini. Gugatan keras, pedas langsung ke jantung HMI dinyatakan secara tegas bukan oleh orang di luar HMI, akan tetapi justru oleh para pejuangnya. Selain Cak Nur, dibeberapa media menyatakan “HMI sebagai beban bangsa” juga statemen kerasnya “Bubarkan HMI”.

Dalam buku yang sama, Komarudin Hidayat mengawali gugatannya pada pengkaderan HMI, yang masih menggunakan pola konvensional dan tidak mengikuti perkembangan zaman yang sudah modern. HMI kini seperti organisasi massa yang hanya mementingkan kuantitas kader dari pada kualitas kader itu sendiri. Ini terbukti ketika pengkaderan selesai maka selesai pula hubungan antara kader dan komisariat.

Justru pengkaderan sebenarnya adalah saat selesai pengkaderan. HMI telah mengalami pergeseran orientasi, yaitu dari orientasi ke cendekiawan Islam ke orientasi calon-calon politisi praktis. Kelebihan produktifitas libido politik kader HMI membuat gesekan tajam di internal HMI dan berbuntut panjang hingga melahirkan perpecahan di tubuh HMI mulai dari pucuk pimpinannya hingga sampai ke tingkat akar rumput, (PB, BADKO, cabang, korkom, komisariat). Polemik demi polemik internal menjadikan organisasi ini dicibir di sana sini oleh berbagai golongan. Hal ini sangat mempengaruhi opini dan citra HMI.

HMI dilihat oleh masyarakat (eksternal) bukan lagi sebagai organisasi perjuangan umat dan bangsa, sebagaimana cita-cita awalnya, tetapi HMI telah menjadi kendaraan dan akses politik menuju kekuasaan. Kenyataan ini merupakan cermin bahwa HMI telah gagal menjawab persoalan zaman. HMI kian lama kian ditinggalkan. Bukan hanya oleh basis masa realnya (mahasiswa), akan tetapi juga oleh masyarakat luas, tempat HMI mencipta dan mengabdi. Gugatan pada HMI mencapai titik nadirnya dalam catatan harian yang berjudul “Seharusnya Aku bukan HMI”.....

Sekian dan terima kasih
Panjang Umur Perjuangan
Yakin Usaha Sampai
Bahagia HMI
Jayalah Kohati
Gowa, 4 Februari 2017

Penulis: Akmal (Ketua Umum Himpuan Mahasiswa Islam Komisariat Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar Cabang Gowa Raya Periode 2016-2017 dan Mahasiswa Jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan UIN Alauddin Makassar)

Ediror: Nur Aisyah Ramadhani

0 komentar Blogger 0 Facebook

Posting Komentar

 
REDAKSI AKLAMASI © 2016. All Rights Reserved | Developed by Yusran016
Top