(Foto: Erizely Jely Bandaro Dok. Int)



redaksiaklamasi.org - Oleh : Erizely Jely Bandaro

Tanggal 28 januari 2017 Tim reaksi cepat Western Fleet Quick Response (WFQR) TNI AL dipiloti Kapten Laut (P) S Hayat dan Lettu Laut (P) Asgar Serli bergerak cepat menuju wilayah perairan Nongsa, Batam. Pusat Penerbangan TNI AL yang bermarkas di Tanjungpinang harus melaksanakan prosedure tetap dalam Standar operasi tempur untuk menjaga teritory Indonesia. 

Berita ini tidak begitu di perhatikan oleh Publik. Padahal saat itu prajurit TNI berhadapan dengan Angkatan laut AS yang menggunakan Kapal selam modern untuk mendekati perairan Indonesia. Saya yakin apalah arti kekuatan Helikopter Helikopter BO 105 nomor lambung NV-408, di bandingkan dengan kekuatan angkatan laut AS. Tapi prajurit TNI tanpa sedikitpun ragu terus me shadow kapal selam itu untuk segera menjauh dari perairan Indonesia. 

Entah kebetulan atau tidak, yang jelas insiden itu dua minggu setelah Pemerintah Indonesia bersikap tegas kepada Freeport untuk mengakhir era KK. Awalnya Freeport tidak keberatan atas sikap pemerintah itu. Namun dengan dinamika politik dalam negeri belakangan ini , Freeport punya keberanian untuk memaksa pemerintah keluarkan izin ekspor dengan ketentuan status Kontrak Karya (KK). Apabila tidak di penuhi mkaa Freeport McMoran Cooper & Gold Inc., perusahaan induk PT Freeport Indonesia (PTFI) berniat menempuh jalur arbitrase international melawan Pemerintah Indonesia. Dan ancaman PHK terhadap ribuan Karyawan Kontrak. Pemerintah nampaknya tidak perlu takut untuk menghadapi ancaman tersebut. Mengapa?

Karena masalah freeport ini sudah muncul sejak tahun 2009 UU Minerba di syahkan. Mereka seakan merasa Papua itu milik mereka atas dasar KK. Karenanya tidak perlu tunduk dengan UU Minerba. Pemerintah SBY nampak tidak mau ambil resiko berhadapan dengan Freeport karena kawatir bersinggungan dengan geostrategis AS. Itu sebabnya sampai dengan tahun 2014 Freeport tetap tidak tunduk dengan UU tersebut. Bahkan mendesak pemerintah untuk merevisi UU tersebut. Di penghujung jabatannya SBY sudah ajukan revisi UU tersebut ke DPR namun di era Jokowi nampaknya revisi itu akan sulit terjelma. Apalagi PDIP sudah didukung oleh koalisi yang kuat.

Namun pemerintah membuka diri berdialogh membahas stabilisasi investasi. dengan syarat Freeport setuju untuk mengikuti UU Minerba. Dan Freeport tidak mau berdialogh. Ya, Kalau Freerport tidak mau berdialogh , pemerintah mengizinkan Freeport bila ingin mengajukan gugatan Arbitrase. Pertanyaannya adalah mengapa Freeport begitu gagah melawan pemerintah? Padahal sebelum keputusan pemerintah untuk mengakhiri Era KK, Freeport sudah setuju. Nampaknya Freeport mendapatkan keyakinan bahwa pemerintah Jokowi lemah dan proxy mereka di Indonesia siap untuk menjatuhkan Jokowi. Dan lihatlah setelah ini demo dan aski akan terus bermunculan untuk menjatuhkan Jokowi. Jadi kita tahu siapa sebetulnya boneka asing.

Editor: Nur Aisyah Ramadhani


0 komentar Blogger 0 Facebook

Posting Komentar

 
REDAKSI AKLAMASI © 2016. All Rights Reserved | Developed by Yusran016
Top