(Foto: Muslim Syi'ah di Najaf, Irak. Dok. Sulaiman Djaya)


redaksiaklamasi.org - Oleh Gary Gulaiman

Mungkin musim tak berarti apa-apa, hanya sekedar
bersembunyi. Unggas-unggas tampak asik
bermain teka-teki dan nasib
di bawah bayang-bayang senjahari.

Aku tak sanggup memikirkan-Mu, Tuhan,
ketika rasa di dalam hati jadi begitu asing
seperti kenanganku tentang bunga-bunga putih
albasia di belakang rumah yang tak ada.

Gerimis baru saja pergi, jejak-jejak Ibunda
telah dibawa hujan. Sesekali, memang,
masih kulihat burung-burung di atas pematang
ketika langit yang tampak ragu

kubayangkan sebagai gerbang-gerbang surgawi
yang terlampau jauh bagi para pengkhutbah
di jaman ini. Kegembiraanku yang paling intim
adalah ketika aku tak pernah tahu

doa apa yang harus kugumamkan di dalam kalbu
hari ini dan esok hari. Entah aku khianat atau jujur,
ia yang tak lagi sanggup menangis
dan tak punya kata-kata, adalah ayat-ayatMu

yang paling kudus. Di mana aku harus menemukan,
duh Tuhan, ketulusan paling murni
ketika namaMu telah menjadi alat jual-beli
di pasar-pasar, perang, dan televisi abad ini?

Editor: Andi Muh Satriansyah

0 komentar Blogger 0 Facebook

Posting Komentar

 
REDAKSI AKLAMASI © 2016. All Rights Reserved | Developed by Yusran016
Top