redaksiaklamasi.org – Oleh: Rahmatullah Usman (Mahasiswa Universitas Muslim Indonesia dan Kader Himpunan mahasiswa Islam Cabang Makassar Timur)
Sebagaimana dalam
kosmologi perempuan kita menemukan bahwa realisme atau nilai pengetahuan itu
yang dikehendaki oleh alam secara alamiah bahwa manusia itu berpasangan. Dan
kecenderungan berpasangan itu ialah watak feminine. Maka dari itu apa yang
dituntut manusia untuk bisa bersama-sama dengan pasangannya itu bukan
semata-mata masalah material, tetapi memang alam menghendaki eksistensi
manusia. Untuk itu kiranya kami akan membahas mengenai judul diatas perlu kami
menjelasakan terlebih dahulu sejarah pemikiran kosmik.
Dengan menarik
sejarah pemikiran mitologis barat, pada dasarnya adalah mitologis berasal dari
akar Yunani. Pada Masa Abad Pertengahan, waktu itu barat benar-benar
terkungkung dalam pahaman teologi bahwa seolah-olah Tuhan membelenggu manusia.
Dalam pahaman tersebut Tuhan adalah saingan manusia dan kadang juga Tuhan dianggap
iri hati pada manusia, Maka dalam kehidupan manusia ia disoroti dendam. Akibat
dari pahaman teosentrisme manusia jadi terbelenggu dan mereka bertindak atas
kehendak Tuhan serta semua urusan manusia di atur oleh Tuhan tanpa ada
kebebasan manusia dalam hal bertindak.
Jadi, dalam Mitologi
Barat-Yunani, ada banyak Tuhan, banyak Dewa. Dan Dewa-dewa inilah yang mengatur
urusan manusia. Meski dalam hal ini sering terjadi bentrokan antara kehendak
Dewa dan manusia. Meski pula manusia pada saat itu memiliki keberanian untuk
melawan, akan tetapi para Dewalah yang mempunyai otoritas, sehingga manusia
harus berada dibawah pengawasan dewa. Zaman Teosentrisme ini memiliki trauma
yang luar biasa bagi masyarakat Eropa. Ke-ekstriman itu mungkin sebuah sejarah
kelam bagi mereka.
Tampaknya pandangan
teosentris menjadi semakin ditinggalkan.K etika muncul sebuah pemikiran bahwa
manusialah menjadi pusat segala sesuatu, para dewa hanya dianggap sebagai mitos
yang sesungguhnya memang tidak pernah ada. Pahaman antroposentrisme muncul sebagai
perlawanan dari dogma Ke-Tuhanan yang sebelumnya mengekang manusia. Sebuah
revolusioner pemikiran masa pencerahan, kehidupan manusia bukan berpusat pada
Tuhan, akan tetapi manusialah yang menentukan nasibnya,manusia menjadi pusat
realitas. Manusia menjadi penentu kebenaran maka manusia harus menguasai alam, tanpa
ada keterikatan secara nilai. Maka dewa-dewa dan kitab suci tidak diperlukan
lagi. Disinilah muncul pemisahan antara Alam, Manusia dan Tuhan. Artinya bahwa
Alam (kosmik) dalam pandangan mereka
terpisahkan pencipta dengan yang diciptakan.
Jika demikian,
Kosmologi Islam harus memulai dari mana? Apa yang harus ia tawarkan untuk
persoalan ini?. Maka Kosmologi Islam memulai dari manuaia (jiwa). Kita mengetahui bahwa jiwa menuntut sesuatu yang
ingin memastikan, atau tuntutan verifikasi,harus direalisasikan diri manusia (tahqiq), jiwa harus sampai pada
penilaian. Jiwa menghendaki aktualitas dalam dirinya karena ia bersifat
potensi. Juga jiwa menuntut sebuah pengetahuan mengenai perihal kehidupan di
alam ini misalnya kematian, kehidupan, ia membutuhkan konfirmasi mengenai
pertanyaan-pertanyaan yang muncul dan keharusan jiwa itu menuntut kebenaran di
Alam. Beberapa aspek tahqiq dalam
jiwa, ia memutuskan sesuatu itu dengan mandiri.
Kesempurnaan jiwa ketika
ia berhasil menuntut kepastian yang terealisasi, dari kemandirian yang ia
putuskan sacara tahqiq. Ketika kita membicarakan kosmologi perempuan, apakah Tuhan
memang bisa di tahqiq di perempuan? Apakah perempuan bisa menjadi jalan tahqiq
untuk bertemu dengan tuhan?. Maka ini yang menjadi Hipotesis untuk sementara.
Kembali kepada jiwa, bahwa
jiwa sampai kepada kepastian secara intelektual, ia akan terealisasi dan
keputusan terealisasi itu ialah kemandirian yang dicapai oleh jiwa. Jadi jiwa
secara kosmik tidak langsung keTuhan. Ia ke alam untuk merealisasikan apa yang
dituntutnya.
Dalam pandangan Mulla Sadra bahwa imajinasi itu adalah
kekuatuan jiwa itu sendiri, karena dalam hal persepsi jiwalah yang mendorong
manusia untuk mempersepsi sesuatu melalui kesadarannya. Maka ketika jiwa
memperspsi sesuatu ia terlebih dahulu mengaltual ke-imajinasi, dari apa yang ia
persepsikan di realitas. Dari imajinasi inilah memunculkan suatu makna-makna
yang bisa meluas, dengan demikian imajinasi suatu tingkatan atau kesadaran dan
ke-adaan jiwa, yang di mana jiwa itu sendiri berhubungan dengan imajinasi
kemudian membentuk suatu citra atau makna. Dari makna ini-lah jiwa ingin
memberi penamaan dari sesuatu yang di persepsianya. Penamaan itu sendiri bukan
muncul dari jiwa itu sendiri, melainkan dari realitas alam yang kemudian jiwa
mempersepsinya dan memberikan penamaan karena jiwa ingin merepesentasikan
mengenai apa yang ingin di namakannya pada objek yang di persepsinya.
Maka ketika kita
menemakan sesuatu misalnya keindahan, kita akan menamakan objek yang kita lihat
itu sebagai repesentasi jiwa. Kita melihat pemandangan kemudian jiwa menamakan
dengan ke-indahan. Ini suatu realisme dalam kosmologi karena jiwa sendiri pada
karakternya menuntut suatu kepastian. Dari karakter jiwa itu sendiri ketika ia
meyakini sesuatu (Tuhan) maka kata (Tuhan) itu sendiri adalah penamaan bagi
jiwa, dari jiwa ini-lah nantinya menghubungkan antara Alam dan Tuhan. Berbeda
dengan yang kita bahas pada pendahuluan tulisan ini mengenai Antroposentrisme
dan Teosentrisme yang mengabaikan Tuhan dan mengabaikan manusia secara Kosmologi.
Kosmologi islam ingin
mengaitkannya,dan memberi penamaan dari apa yang jiwa tuntut sesuai
karakteristiknya. Maka jiwa memberi penamaan kepada Alam atau perumpaan (tamsil). Jika jiwa mentahqiq tuhan, ia
akan memberi perumpaan (tamsil) pada
alam sebagai pembicara menggunakan perumpamaan,citra-citra atau symbol. Perumpamaan
ini adalah karakter para sufi untuk melukiskan apa yang dirasakan jiwanya, seperti
ketika para sufi menyanjung kekasihnya (tuhan)
ia akan melukiskan dengan sebait syair untuk memberi perumpaan.
Dari uraian mengenai jiwa dan tamsil, maka disinilah letak puitis (syair) tercipta untuk menamakan
sesuatu di kosmik ini, maka dengan demikian ketika jiwa mentahqiq Tuhan, maka
jalan realisme tamsil adalah mengarah pada perempuan. Karena jiwa itu sendiri
karakternya adalah feminin dan untuk penamaan Tuhan itu ia lebih suka membuat
tamsil dengan sifat feminin, seperti keindahan, kelembutan, kasih sayang, jiwa
memberi sifat itu pada Tuhan.
Dengan begitu ketika
pria dalam jiwanya mentahqiq Tuhan, ia akan memberi perumpamaan pada diri
perempuan itu karena karakter perempuan secara fisik itu sama dengan karakter
jiwa di dalam diri. Maka ketika jiwa pria ingin mentahqiq Tuhan seperti Ke-Indahan,
Kelembutan, Pengasih, ia akan memberi panamaan di alam melalui perempuan karena
karekter secara fisik mengenai Ke-Indahan Ke-Lembutan, Pengasih ada pada
perempuan secara fisik, seperti yang dikatakan oleh Ibnu Arabi: “menuliskan bahwa bagaimana setiap sisi wajah perempuan
mengungkapkan sifat Tuhan dan peyingkapan sebuah misteri Ilahi”.
Jadi dalam Kosmologi
Islam bahwa perempuan sebagai Manifestasi Ilahi untuk menemukan dirinya, Jadi
untuk menemukan diri Tuhan dan sifatnya itu ada pada
perempuan,
Kelembutannya, Keindahannya, Pengasihnya, Wajahnya dan apapun yang dimaknai
jiwa dalam kaitannya pada Tuhan itu ada pada perempuan. Akan tetapi mengenai tamsil (perumpamaan) itu sendiri yang dikatakan
Ibnu Arabi pada diri Tuhan itu sendiri jauh lebih terlatih membuat perumpamaan.
Mahluk itu sendiri
adalah wadah perumpamaan Tuhan yang dibuatnya, seperti halnya wadah dengan
kumpulan kata-kata yang diartikulasikan dengan nafas Sang Ilahi dan ini
diperkuat oleh ayat : “demikianlah Tuhan
membuat perumpamaan-perumpamaan untuk orang-orang yang bertanya pada tuhannya
(Q.s. 13:17)”.
Mikrokosmik dan Makrokosmos
adalah perumpamaan bagi Tuhan. Maka dalam penamaan perempuan yang disifati oleh
jiwa pria adalah penamaan Ilahi yang Indah. Seluruh penamaan-penamaan Tuhan
yang disifati oleh jiwa pria ada pada diri perempuan.
Namun dalam tamsil
(perumpamaan), Tuhan sendiri melarang manusia untuk membuat perumpamaan bagi
dirinya seperti ayat suci al-Quran : “maka
janganlah engkau membuat sekutu bagi Allah. Sesungguhnya Allah mengetahui
sedangkan engau tidak (Q.s. 16:74)”. Maka kita bisa menganalisis bahwa
ketika manusia ingin membuat simbol atau perumpamaan, kita tidak akan pernah sampai
atau sesuai karena hanya Tuhan yang mengetahui dirinya sendiri, jika kita
membuat perumpamaan tidak akan pernah sesuatu dengan diri tuhan itu sendiri.
Maka jalan untuk
mendekatkan mengenai tamsil (perumpamaan) adalah satu-satunya melalui
perempuan, cahaya tuhan dan manisfestasinya ada pada perempuan pensifatananpun
mengenai Tuhan juga ada pada perempuan, dengan Ke-Maha Lembutnya dan pensifatan
yang lain. Karena membuat perumpamaan adalah sebuah pernyataan tentang
KeSerupaan-Nya dan cerminan Tuhan ada pada diri perempuan. Maka sebagai syair (piuitis) dan penamaan pada Tuhan,
pria bisa melihat pada diri perempuan seperti penglihaan para sufi dan syairnya
:
”Kekasih adalah segalanya, pecinta hanya sebuah tabir.
Kekasih hidup abadi, pecinta hanyalah benda mati. Jika cinta meninggalkan
perlindungan yang kuat, pecinta akan ditinggalkan seperti burung yang tanpa
sayap. Bagaimana Aku akan terjaga dan sadar jika tak disertai cahaya Kekasih.
Cinta menghendaki firman ini disampaikan. Jika kita menemukan cermin hati yang
kusam karat ini tidak terhapus”. (Rumi).
“Merenungkan
keindahan wajah perempuan adalah jalan yang paling langsung untuk merenungkan
keindahan Ilahi. Ibnu Arabi menuliskan bahwa bagaimana setiap sisi wajah
perempuan mengungkapkan sifat Tuhan dan peyingkapan sebuah misteri Ilahi dari
wajahnya”. (Ibnu Arabi).
Karena Tuhan berkata
bahwa tidak seorang pun yang membuat perumpamaan pada dirinya kecuali mereka
yang mengetahui Tuhan, Orang yang diajari oleh Tuhan. Mereka adalah para Nabi
dan Wali Tuhan. Yang bisa membuat perumpamaan adalah para kekasih Tuhan para
Nabi dan Walinya, kerana mereka di ajari langung oleh sang Ilahi. Dan para
Kekasih Tuhan menyaksikan sendiri perumpamaan yang dibuat oleh Tuhan, karena
mereka diajari olehnya.
Dalam penyaksian
tersebut para kekasih Tuhan menyaksikan mereka, melihat yang bersesuaian dengan
jiwa mereka, citra-citra perumpamaan itu dan mareka tahu untuk siapa
perumpamaan itu dibuat. Apa yang ada pada jiwa yang ingin mensifati sesuatu
diluar dari dirinya pasti sesuatu tersebut identik dengan apa yang ada pada
jiwa, ketika jiwa ingin membuat tamsil (perumpamaan) atau penamaan. Maka apa
yang jiwa namakan dan membuat perumpamaan mengenai Tuhan dan Nama-nama yang
indah untuknya, demikian kesesuaian itu juga Ke-Indentikan dalam penamaan
diluar dari jiwa ialah perempuan dengan pensifatan padanya. Jika tik adalah
pada jiwa ingin mensifati tuhan dan memberi nama-nama yang indah maka hal yang
identik di kosmik adalah pada diri perempuan dengan KeIndahan, Ke-Agungan,
Kasih Sayang, Ke-Lembutan dan merenungkan perempuan adalah sama halnya ketika
jiwa merenungkan Ilahi, manifestasi Tuhan dan sifatnya ada pada diri perempuan.
Namun diterangkan diatas
bahwa untuk membuat perumpamaan mengenai Tuhan, bukanlah sesuatu yang
sembarangan, maksudnya untuk membuat perumpamaan itu hanya para Nabi dan Wali Tuhan
yang dengan sendirinya diajari oleh Tuhan itu sendiri. Karena para ia (Nabi dan
Wali) langsung melakukan peyingkapan Tuhan, bukan membuat perumpamaan dan atau
tanpa bimbingannya, akan menjadi sia-sia (muspra)
bahkan Tuhan sendiri melarangnya.
Jadi bagaimana dengan
perempuan itu sendiri untuk mensifati padanya dan penamaan? Bukankah memberinya
perumpamaan dan pensifatan padanya juga hal yang sia-sia? Maka jalan
satu-satunya ialah perempuan akan mengajari kita untuk mengenal Tuhan melalui
dirinya, Jika kita membuat perumpamaan pada diri Tuha n melalui perempuan, maka
secara Kosmologi Islam,p erempuan akan membawa kita menuju Tuhan dengan
meyingkap misteri pada perempuan, karena manifestasi Tuhan ada pada diri
perempuan.
Dengan begitu, perempuan akan mengarahkan kita untuk mengenali Tuhan dialam ini. Bagaimana jiwa kita ingin memberi penamaan yang indah pada Tuhan itu melaui diri perempuan, karena tanpa melalui perempuan atau ajaran darinya jiwa sendiri akan membuat perumpamaan yang sia-sia, Maka jalan satu-satunya untuk menemukan Tuhan dan mensifatinya ada pada diri perempuan dan peyingkapan padanya, melalui jalan yang Di-Ridhoi oleh Sang ilahi yaitu Pernikahan.
Kosmologi Islam pada
akhirnya ingin menghubungan alam, jiwa dan manusia, Penghubungnya adalah jiwa dan
menilainya melalui perempuan, bukan seperti yang dipahami oleh teosentrisme dan
antroposentirsme bahkan modern pun sampai pada nominal tidak diketahui. Akan
tetapi Kosmologi Islam menghubungkan ketiga hal tersebut dan memberi sebuah
perumpamaan (tamsil) dan penamaan
pada Tuhan melalui perempuan.
(Salam atas Rasul
Muhammad Al-Mustafa dan Para Wasilah)
Editor: Andi Haerur Rijal
0 komentar Blogger 0 Facebook
Posting Komentar