Dok. Fakhrurazi |
redaksiaklamasi.org - “Jurnalisme hadir untuk membangun masyarakat. Jurnalisme ada untuk memenuhi hak-hak warga Negara” (Bill Kovach dan Tom Rosenstiel). “Kebebasan pers bukanlah tujuan akhir, melainkan alat untuk menciptakan masyarakat yang bebas. Cakupan dan hakikat jaminan konstitusional terhadap kebebasan pers harus dipahami dalam kerangka tersebut” (Felix Frankfurter).
Untuk memulai tulisan ini, kita
pertama-tama cukup tepat untuk mengajukan pertanyaan: kepada siapakah pers dan
para jurnalis mengabdi? Jawabnya, sebagaimana telah kita maphumi bersama, tentu
saja adalah kepada public, atau katakanlah kepada masyarakat para pembacanya.
Dalam hal ini, pers pada dasarnya adalah institusi yang menjadi “jembatan”
ragam minat dan kepentingan, dan karenanya kerja tinta pers memang didasarkan
pada “objektivitas” dan “kebenaran” yang akan turut membentuk sehat dan
tidaknya, maju atau mundurnya sebuah masyarakat. Di sini, pers sebenarnya
memiliki fungsi dan posisi sebagai “penyuluh” dan “agen pencerahan” masyarakat,
persis seperti yang pernah dikatakan Bill Kovach, sang bapak jurnalisme dunia
itu, bahwa “semakin bermutu dan berkualitas jurnalisme di dalam suatu
masyarakat, maka semakin bermutu dan berkualitas pula informasi yang didapat
masyarakat”.
Meskipun demikian, yang juga tak
teringkari, di tengah hiruk-pikuk dunia pasar dan kapitalisme saat ini yang tak
imun dari ragam interest atau kepentingan, fungsi dan posisi pers atau kaum
jurnalis tak selamanya se-ideal yang dikatakan Bill Kovach tersebut. Acapkali
sejumlah media dan institusi pers di jaman ini tak sanggup mengelak dari
“keinginan” pihak-pihak tertentu yang memiliki “kepentingan subjektif”. Juga,
tak bisa diingkari, di jaman ini, ada banyak media dan institusi pers yang memang
milik pribadi, kelompok, komunitas tertentu, partai politik, perusahaan dan
lain sebagainya, yang lebih merupakan “corong” untuk menyuarakan kepentingan
mereka masing-masing.
Namun, tepat di sini-lah, kehadiran
institusi-institusi pers dan media yang “mengabdikan” dirinya bagi bangsa dan
masyarakat pembacanya tersebut akan memiliki posisi dan fungsi yang seksi dan
elegan, singkatnya fungsi yang mulia dan menjadi jembatan bagi hadirnya
pencerahan, objektivitas, dan akhirnya memberikan kontribusi bagi kesehatan
sebuah masyarakat karena netralitas-nya tersebut. Pada konteks ini, pers dan
kaum jurnalis sebenarnya juga menempati posisi sebagai “pengayom” dan
“pendidik” masyarakat pembacanya, “menyuguhkan” informasi-informasi serta
ulasan-ulasan atau pun opini-opini yang sehat dan bahkan mencerahkan.
Posisi dan fungsi strategis media
dan atau pers dan atau kaum jurnalis ini tak lain karena “kerja tinta” mereka
acapkali menjadi acuan bagi lahirnya suatu pandangan di dalam masyarakat dan
bahkan akan menentukan dan menggiring kebijakan atau keputusan politis seperti
apa di kalangan para pemimpin dan para birokrat. Dan posisi serta fungsi ini
tentu saja bukan posisi dan fungsi remeh yang harus dianggap sepele begitu
saja. Sementara itu, meski juga mengalami dilema yang tak jauh berbeda,
sebagaimana dikemukakan Bagir Manan (2012), kaum jurnalis sudah selayaknya
mematuhi kode etik yang mengikat wartawan atau jurnalis, semisal: bahwa seorang
jurnalis sudah semestinya menulis dan memberikan suatu berita atau informasi yang
faktual dan dapat dibuktikan, alias berdasarkan fakta dan bukan fiksi belaka,
dan juga wajib menjunjung tinggi independensi, sehingga tidak menimbulkan
“penyesatan” atau dis-informasi di kalangan masyarakat pembacanya.
Dan persis inilah yang disebut oleh Bagir Manan sebagai jurnalis yang merdeka, dalam arti jurnalis yang bertanggungjawab, sebab banyak yang keliru memahami
kebebasan ketika sejumlah oknum mengabaikan responsibility (tanggungjawab) ini,
hingga banyak yang merasa bebas melakukan apa saja atau menulis apa saja,
tetapi tidak merdeka dan tidak memiliki spirit orang yang merdeka atau orang
yang bertanggungjawab, sehingga banyak yang terjerembab dalam apa yang lazim
kita sebut sebagai fenomena “kebablasan”.
Rasanya, dengan tulisan ini, sekedar
sebagai pengingat kembali, tak salah jika kita merenungkan lagi sembilan elemen
jurnalisme sebagaimana yang dikemukakan Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, yaitu:
Pertama, kewajiban utama jurnalisme adalah pada pencarian kebenaran. Kedua,
loyalitas utama jurnalisme adalah pada warga Negara. Ketiga, esensi jurnalisme
adalah disiplin verifikasi. Keempat, jurnalis harus menjaga independensi dari
obyek liputannya. Kelima, jurnalis harus membuat dirinya sebagai pemantau
independen dari kekuasaan. Keenam, jurnalis harus memberi forum bagi publik
untuk saling-kritik dan menemukan kompromi. Ketujuh, jurnalis harus berusaha
membuat hal penting menjadi menarik dan relevan. Kedelapan, jurnalis harus
membuat berita yang komprehensif dan proporsional. Dan akhirnya, kesembilan,
jurnalis harus diperbolehkan mendengarkan hati nurani personalnya (atau suara
kejujuran batinnya).
Tak ragu lagi, seperti dapat kita
baca dan kita cermati bersama, sembilan elemen jurnalisme yang dikemukakan Bill
Kovach dan Tom Rosenstiel tersebut sesungguhnya telah merangkum sekaligus
menjabarkan posisi dan fungsi institusi pers dan kaum jurnalis, dan juga
menerangkan bagaimana kerja dan metode jurnalisme itu sendiri seyogyanya
dilaksanakan dan diselenggarakan oleh pers atau media dan jurnalis untuk mencapai
kebajikan dan kebaikan bersama, yaitu kebaikan dan kebajikan bagi seluruh unsur
dan elemen masyarakat itu sendiri, yakni insitusi pers atau media dan kaum
jurnalis dan publik pembacanya. Sungguh ini sebuah fungsi dan posisi yang
sebenarnya mendekati “maqan profetik”, fungsi dan posisi yang begitu mulia.
Dan sebelum mengakhiri tulisan ini,
barangkali kita perlu merenungkan apa yang pernah dikemukakan Eugene Meyer,
ketika ia menggambarkan komitmen dan dedikasi dirinya sebagai jurnalis pada
institusi pers atau media tempat ia bekerja dan mengabdi, saat ia dengan
lantang menyatakan keberpihakannya kepada publik pembacanya itu: “Dalam mengejar kebenaran, surat kabar ini
siap berjuang demi kemaslahatan publik”.
Penulis: Sulaiman Djaya
Editor: Muh Taqwin Tahir
0 komentar Blogger 0 Facebook
Posting Komentar