http://www.redaksiaklamasi.org/2017/07/demokrasi-dan-jurus-lupa-ingatan.html
Ilustrasi. (redaksiaklamasi.org/Nur Aisyah Ramadhani)

redaksiaklamasi.org - Sadar tak sadar, ingat tak ingat, dan benar-benar lupa, kalau kata demokrasi yang sering diungkapkan dari rakyat untuk rakyat oleh rakyat benar adanya. Buktinya ada saat pemilihan legislatif, bupati, gubernur dan presiden. Tak lupa juga pemilihan kepala desa, ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), ketua Himpunan Mahasiswa serta yang sama makna dengannya.

Begitu nyata demokrasi itu wujud di tengah-tengah rakyat Indonesia. Tak hanya itu. Demokrasi a la borjuasi ini setelah berhasil dilaksanakan seperti makna demokrasi seutuhnya, pasca pemilu maka otomatis kata demokrasi tadi diubah pula maknanya. Saya memilih dua kata demokrasi dan amnesia, atau bisa disingkat “demokramnesia” demokrasi lupa ingatan.

“Demokramnesia”, menarik bukan? Istilah ini spontan muncul di akal saya saat berusaha menulis kalimat pelengkap pada paragraf penutup kedua.

Kembali ke poin pembahasan bahwa, demokrasi yang telah dilaksanakan saat ‘pemililihan raya’ tadi hanya berlaku saat memberikan suara saja. Percaya atau tidak? Coba saja ingat kembali. Bagi yang setia dengan bilik suara pasti bisa rasakan dengan baik penghianatan demokrasi yang berubah wujud tadi.

Lebih parah lagi, penguasa yang terpilih berkat demokrasi tadi, lebih suka amnesia. Lupa terhadap janji, lupa terhadap program prioritas yang gencar disebarluaskan saat kampanye. Lupa merupakan sifat dasar manusia. Saya maklum. Kurang tau bagaimana pendapat pembaca sekalian tentang memaknai kata lupa.

Jurus lupa ingatan penguasa semakin terang benderang digunakannya saat menaikkan tarif dasar listrik 200% menjelang akhir juli ini. Mereka lupa kalau mayoritas rakyatnya bukanlah orang yang memiliki kekayaan mentereng serta tidur menggunakan “bantal rupiah”, melainkan batu-bata merah hasil keringatnya yang belum laku terjual.

Naiknya biaya kuliah di perguruan tinggi negeri dan swasta tak terkendali dalam lima tahun terakhir, namun tidak dibuka lapangan pekerjaan yang layak untuk menjamin masa depan yang sejahtera. Bukankah ini praktek demokramnesia?

Tidak adanya kontrol atas harga barang di pasaran adalah bentuk lupa ingatan penguasa. Bagaimana tidak, saat keperluan dapur sangat dibutuhkan khususnya bulan ramadan dan lebaran kemarin harga sembako melonjak naik. Apakah penguasa lupa Inspeksi Mendadak (SIDAK) karena berpuasa saat ramadan, atau sedang istirahat efek pusing karena kolesterol sedang naik pasca lebaran Idul Fitri.

Upah layak yang diperjuangakan oleh buruh, pekerja, pekerja profesional dan lain sebagainya sering dilupakan. Walau puluhan ribu buruh melakukan aksi untuk menuntut upah layak untuk kesejahteraan hidupnya serta kebebasan berserikat, penguasa gampang lupa ingatan atas tuntutan buruh tininmbang kesepakatan penguasa dengan pengusaha yang merampas nilai lebih dari buruh.

Demokrasinya borjuis otomatis pula untuk para borjuis. Jadi masih berharap dengan demokrasinya para penguasa tersebut?  Saya cuma bertanya, ini bukan provokasi.
Selain jurus mabuk, saya amati penguasa saat ini lebih suka menggunakan jurus lupa ingatan. Karena lupa bisa juga diartikan khilaf dan manusia tempatnya salah dan lupa. Percaya atau tidak, demikianlah pengalaman saya pribadi. Jika ada kesamaan cerita, alhamdulillah. Jika tidak ada, istighfar sebanyak-banyaknya karena mungkin Anda mengalami “demokramnesia”

*Penulis adalah Alumni UNM. Anggota Front Mahasiswa Nasional (FMN). Sekarang aktif di kelompok tani.

Oleh : Abdul Salam
Editor : Nur Aisyah Ramadhani


Baca Juga

0 komentar Blogger 0 Facebook

Posting Komentar

 
REDAKSI AKLAMASI © 2016. All Rights Reserved | Developed by Yusran016
Top