MENOLAK TUNDUK. (redaksiaklamasi.org/Andi Afri Taqbir) |
redaksiaklamasi.org – Aang Ansorudin,
Atik Sunaryati, Coeblink, Hera Sulistyowati, Hery Sofyan, Jumisih, Kokom
Komalawati, Meen Martani, Mundori, Siti Saroh, Supinah, Sohari.
LIPS SEDANE & Tanah Air Beta, 2016
Seperti
yang Dilansir Anarkis.org, Banyak
buku yang membahas tentang perburuhan di luar sana, namun mayoritas merupakan
buku-buku yang sifatnya reportase, analisa atau teori-teori mengenai gerakan
buruh di Indonesia yang ditulis oleh akademisi, pemerhati atau aktivis. Di sini
letak penting buku yang merupakan buku ke-2 dari seri “Buruh Menuliskan
Perlawanannya” ini. Seperti halnya buku pertama pendahulunya, buku dengan
ketebalan 425 halaman ini merupakan kumpulan tulisan yang ditulis oleh para
pekerja. Dengan subjudul Cerita Perlawanan dari Enam Kota, memuat 13
cerita dari 13 buruh yang mewakili enam daerah industri di mana para buruh ini
bekerja, mengorganisir dan melakukan perlawanan.
Faktor
penulis tentu saja penting di sini. Pertama, dari cerita para buruh kita
mendapatkan cerita yang otentik perihal eksistensi mereka. Tentang bagaimana
mereka menjadi buruh, mengapa mereka perlu berserikat, mengapa melakukan aksi
mogok dan melakukan protes dan mengapa solidaritas itu adalah hal yang sangat
penting.
Tak
ada perjuangan buruh tanpa kesadaran buruh sebagai kelas. Dan bicara soal
kesadaran, buku ini pula memiliki peran penting untuk memahami bagaimana
kesadaran politik buruh itu tumbuh yang tidak sesederhana apa yang selama ini
dibaca di buku-buku atau imajinasi banyak orang tentang perjuangan para pekerja
upahan.
Dari
cerita langsung para buruh yang beragam pada buku ini, kita bisa melihat
bagaimana proses tumbuhnya kesadaran itu dengan diwarnai banyak faktor. Bukan
hanya perkara urusan dengan majikan, tapi juga relasinya dengan sesama buruh,
buruh lelaki-buruh perempuan, dengan urusan keluarga dan faktor-faktor sosial
lain seperti agama dan asal usul dan keterasingan yang mereka alami. Kita bisa
menelusuri beragam pula asal mula perlawanan yang dilakukan oleh para buruh.
Awal
dan proses transformasi kesadaran itu pun tentu tak sama, misalnya saja jika
kita membaca cerita Supinah dari Cilacap, ia awalnya merupakan buruh egois yang
anti serikat, tak memiliki solidaritas terhadap sesama buruhnya dan sinis
terhadap perjuangan buruh yang dilakukan teman-teman sepabriknya. Kemudian ia
mulai memiliki empati ketika rekan sepabriknya ditindas di depan mata dan mulai
berkenalan dengan serikat buruh ketika perusahaan menerapkan perubahan struktur
pengupahan yang nilainya lebih rendah dari yang biasa mereka dapatkan. Mulai
membangun serikat ketika ia dan rekan-rekannya mulai mempertanyakan perubahan
kebijakan upah tersebut.
Atau
juga kita bisa membaca cerita Hery Sofyan yang sejak awal sudah ditempa oleh
penindasan, sebagai orang Aceh yang akrab dengan represifitas tentara. Masa
lalu Hery membentuk karakternya yang keras dan gigih, peka terhadap
ketidakadilan. Ia menulis “Bagi orang Aceh bekerja di pabrik itu ibarat jadi
budak”. Ini mewakili sikapnya yang sulit untuk berkompromi dalam
perjuangan. Karakter seperti Hery ini yang menjadi figur penting dalam beberapa
metode aksi buruh seperti ‘grebek pabrik’ atau melakukan protes berhari-hari di
tenda perjuangan.
Baca Juga
- KHOMEINI, SANTO YANG MENGGUNCANG DUNIA
- Menteri Hukum dan HAM Mengaku Tak Terima Uang Krupsi E-KTP
- Adnan Janji Beri Sanksi Pegawai yang Bolos di Hari Pertama Kerja
Cerita-cerita
perlawanan ini sedemikian rupa menjadi menarik ketika para penulisnya
menyisipkan cerita-cerita yang sangat personal. Misalnya cerita Supinah tentang
kacamatanya yang menjadi poin penting saat memasuki pengalamannya tak bisa
melihat jauh, hingga ia sulit mendapatkan pekerjaan dan selalu ditolak pabrik
karena berkacamata. Perihal buruh yang pemalu dan memberanikan diri orasi saat
aksi mogok, juga perihal mengapa buruh pada akhirnya harus nge-kost, bagaimana
perjuangan mereka menjalani shift siang dan malam dan bagaimana upah yang tak
sebanding dengan pengeluaran yang pada akhirnya membuat buruh mengenal
dunia utang piutang. Pula hal-hal emosional yang sangat personal seperti
pengkhianatan teman dekat/sahabat satu perjuangannya.
Bagian
penting lainnya yang bisa kita pelajari dari buku ini adalah begitu beragam pula
strategi taktik akal-akalan yang dilakukan perusahaan dalam upayanya untuk
menghisap buruh, menghancurkan dan meredam gerakan atau perkembangan organisasi
buruh yang dapat menjegal upaya perusahaan mengakumulasi modal. Mulai dari
teror dan intimidasi langsung di depan muka, pemecatan, pemutihan, memecah
belah dan memfitnah, menawari beberapa orang buruh jabatan untuk berkhianat
pada gerakan. Membayar ormas-ormas untuk mengganggu, memasang alat pengacau
sinyal di pabrik agar para buruh tidak dapat berkomunikasi ketika
mengorganisasikan pemogokan, bahkan hingga level yang menggelikan: berpura-pura
bangkrut untuk menghindari kewajiban perusahaan membayar pesangon.
Pada
tulisan pengantarnya, Ratna Saptari dari LIPS Sedane berkata bahwa semua cerita-cerita ini penting
bagi pemahaman para aktivis atau aktivis buruh sebagai bahan saat
menyusun strategi pengorganisiran, untuk memikirkan model-model
pengorganisiran yang tidak terlalu kaku dan mempertimbangkan banyak aspek di
luar tempat kerja yang selama ini mewarnai posisi buruh di tempat kerja. Namun
menurut saya, poin penting lainnya dari buku ini justru ketika ia dibaca oleh
mereka yang berada kelas lain di luar buruh sebagai bahan untuk bersolidaritas.
Bagi yang bukan buruh, yang belum menjadi buruh atau yang menjadi buruh dalam
bentuk yang berbeda dan memiliki kemewahan berbeda, untuk memiliki pemahaman
atas situasi dan kondisi buruh yang sangat kompleks. Penting bagi kebanyakan
dari kita yang selama ini hanya bertemu buruh di jalanan, baik ketika mereka
berjalan menuju atau pulang bubaran dari pabrik atau di jalanan ketika mereka
berdemonstrasi, mengingat selama ini buku-buku tentang perburuhan ditulis oleh
mereka yang berada di luar pabrik, bukan mereka yang selama ini berada di
dalam, berhadapan langsung dengan mesin-mesin dan penindasan.
Kontak:
LIPS Sedane email: info@lips.or.id
atau kontak Toko Buku Ultimus: http://ultimus-online.com/
atau kontak Toko Buku Ultimus: http://ultimus-online.com/
Artikel ini sebelumnya dimuat di blog
penulis, gutterspit.com.
Oleh: Herry Sutresna
Editor : Andi Afri
Taqbir
0 komentar Blogger 0 Facebook
Posting Komentar