redaksiaklamasi.org – Pertama, Tanggal 13 Desember 2016, sejumlah personil diturunkan oleh pihak TNI untuk mengawal proses eksekusi lahan yang ditempati oleh 77 KK di asrama TNI Bara-Baraya. Prosesi ini ditolak oleh sejumlah warga, karena pasalnya lahan eksekusi masih dalam proses peradilan tanpa putusan sehingga belum ada kekuatan tetap (Inkrah) untuk membenarkan proses eksekusi lahan. Bahkan jauh sebelum hari eksekusi, Komnas HAM telah menerbitkan surat rekomendasi pada pihak TNI agar menghormati proses hukum yang berlaku dan tidak melakukan eksekusi sebelum terbitnya putusan. Dihimpun dari berbagai keterangan warga, proses eksekusi juga berjalan jauh dari kata manusiawi. Sejumlah warga mengeluhkan kerusakan dan kehilangan barang berharga, seperti emas dan perabot rumah tangga. Bahkan pada saat pengangkutan barang-barang, hingga tiba di lokasi akhir pengangkutan ada warga yang mengaku dimintai uang sebesar 1 Juta Rupiah jika ingin mengambil barangnya yang terangkut.
Kedua, Pada tanggal 1 Februari 2017, di luar dugaan, lahan sengketa yang sebelumnya hanya mencakup wilayah asrama TNI AD Bara-Baraya rupanya merembes hingga ke wilayah luar asrama. Melalui surat yang diterbitkan oleh DANRAMIL 1408-08/Makassar dengan tanda tangan Kapten DANRAMIL atas nama Iskandar INF NRP 2920000151067, yang berisi antara lain;
a. Perintah pengosongan tanah kepada masyarakat Bara-Baraya, yang menurut klaim TNI merupakan tanah milik Modhioneng Dg.Matika/Nurdin Dg.Bombong, mengacu pada surat perjanjian sewa-menyewa (PSM) Nomor :88//T/459 tanggal 12 april 1959. Dimana Mayor E.Sabara NRP selaku pihak penyewa, menyewa tanah seluas 28.970,10 M2 di Bara-Baraya. Juga surat ahli waris tanggal 9 mei 2016, yang dalam klaim TNI berisi permohonan pengembalian tanah asrama Bara-baraya kepada pemiliknya.
b. Surat tersebut dalam klaim pihak KODAM setelah dikosongkan, akan dikembalikan kepada ahli waris. Dan berdasarkan keterangan dalam surat, pihak KODAM VII/WRB siap memfasilitasi pertemuan antara pihak pemilik dalam proses pengembalian termasuk biaya kerahiman. Namun sampai hari ini, jangankan upaya mediasi. mengupayakan pertemuan antara ahli waris dengan warga tak pernah sekalipun dilakukan.
Ketiga, Surat tersebut menurut keterangan warga, telah disosialisasikan oleh TNI sejak Januari 2017. Dimana paska eksekusi tanah yang masuk dalam wilayah asrama, warga diberi peringatan oleh beberapa orang anggota TNI yang berjumlah sekitar 10 orang. Pada bulan itu juga, pimpinan TNI berdasarkan keterangan warga telah berkunjung ke kantor pemerintah setempat untuk meminta denah lokasi dan data warga Bara-Baraya.
Keempat, Pada tanggal 17 Februari 2017, melalui surat dengan tanda tangan Kapten DANRAMIL 1408/BS atas nama Otto Sollu, S.E. TNI menerbitkan edaran kedua yang berisi rencana penertiban tanah okupasi yang dihuni sekitar 28 KK. Edaran tersebut masih dalam klaim yang sama dengan surat edaran sebelumnya, yaitu mengenai permintaan ahli waris untuk pengembalian tanah sewa. Yang sekali lagi, TNI tidak mampu menghadirkan ahli waris untuk bertemu dengan warga yang terancam penertiban.
Kelima, Selang tiga hari paska terbitnya surat edaran kedua, pada tanggal 17 Februari 2017 pukul 10.00 pagi waktu setempat, pihak Kodam menerbitkan surat peringatan pertama, dengan menurunkan sebanyak 15 orang personil TNI untuk membagikan surat peringatan. Warga yang merasa punya hak sah atas tanah yang sedang ditempati, dibuktikan dengan akta jual beli No.82/KM/XII/1994 menolak untuk menerima surat peringatan dan mengusir pihak TNI dari lokasi. Namun klaim warga diacuhkan oleh pihak TNI karena menurut TNI akta jual beli tersebut dianggap cacat hukum oleh pihak BPN Kota Makassar. Pada insiden pengusiran tersebut, salah seorang warga mendengar lansung pernyataan dari salah satu personil TNI bahwa luas lahan yang akan diklaim oleh pihak TNI adalah seluas 19 Ha.
Keenam, Berdasarkan keterangan warga, malam sebelum turunnya surat peringatan, ada BABINSA yang sempat mendatangi lokasi namun diusir oleh warga setempat.
Ketujuh, Pada tanggal 20 Februari 2017, warga bersepakat menggelar aksi demonstrasi dengan mendatangi kantor BPN Wilayah Sulsel, untuk melaporkan pernyataan pihak BPN Kota Makassar yang menganggap akta jual beli milik warga Bara-Baraya cacat hukum dan menolak pengurusan sertifikat tanah warga Bara-Baraya. Namun oleh BPN Wilayah diperoleh keterangan jika tidak ada pemberitahuan dari pihak BPN Kota secara tersurat mengenai wilayah tersebut. Sehingga warga diminta untuk menerbitkan sporadik di kantor kecamatan, dan siap diurus lansung oleh pihak BPN Wilayah, jika setelah terbitnya sporadik, pihak BPN kota tetap menolak pengurusan sertifikat tanah warga Bara-baraya.
Kedelapan, Sementara untuk hasil audiensi dalam rangkaian aksi pada tanggal 17 Februari di kantor DPRD Sulsel, diperoleh surat yang berisi tawaran untuk melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dalam rangka mempertemukan ahli waris dan pihak warga Bara-baraya.
Kesembilan, Namun ada kejanggalan yang didapati saat warga menyambangi kantor Kecamatan Makassar. Berdasarkan keterangan Camat terkait, bahwa Buku F (buku riwayat tanah) Kecamatan Makassar sudah sejak lama raib sejak beberapa periode camat sebelumnya. Sehingga pihak kecamatan Makassar sama sekali tidak bisa menerbitkan sporadik. Sementara tanah yang diklaim oleh ahli waris dengan nomor Sertifikat Hak Milik (SHM) No.4, sama sekali tidak pernah ada penerbitan sporadik dalam pengurusan SHM No.4 Tahun 2016 yang terbit atas dasar hilangnya Buku tanah tahun 1965 dan mengambil surat keterangan hilang di kepolisian. Dan hanya dengan bukti tersebut, SHM No.4 bisa dengan mudah diterbitkan oleh pihak BPN Kota.
Kesepuluh, Sampai hari ini, dalam rangka menghimpun dukungan massa, warga mendirikan posko bersama bagi siapapun pihak yang berniat memberi dukungan dalam bentuk apapun. Langkah ini diambil, guna mengantisipasi berbagai kemungkinan mengingat pengalaman pahit yang dialami oleh warga asrama Bara-Baraya, dimana pihak TNI sama sekali tidak menghargai proses hukum yang sedang berjalan. Sehingga besar kemungkinan akan terjadi hal serupa terhadap warga di luar asrama. Kuat dugaan, jika pihak TNI sedang melansungkan taktik Devide et impera (Pecah belah dan kuasai). Dimana perampasan lahan, dilakukan secara sedikit demi sedikit untuk mencegah warga bersatu dan menjadi kekuatan besar yang akan menyulitkan proses perampasan lahan yang hendak dilakukan oleh mafia tanah bersama TNI AD.
Kami mengharapkan dukungan yang seluas mungkin dari seluruh elemen masyarakat untuk menguatkan perjuangan kami. Kami mengharapkan ada dari rekan-rekan sekalian yang bersedia berjuang bersama kami. Untuk informasi lebih lanjut, silahkan berkunjung ke posko perjuangan kami Jl. Abu Bakar Lambogo 143. Atau silahkan kontak narahubung di bawah.
NARAHUBUNG:
Ahmad (085340686434)
Boy (082347011401)
Shany (085241685964)
Etha (082187524499)
Kefah (082395851993)
0 komentar Blogger 0 Facebook
Posting Komentar