Reporter: Andi Haerur Rijal

(FOTO: BINCANG BERSAMA DENGAN KOMNAS HAM RI di Warkop Cappo Jl. Alauddin Kota Makassar, Dok. Andi Haerur Rijal)
 
redaksiaklamasi.org - SIMPOSIUM (Serikat Mahasiswa Penggiat Konstitusi dan Hukum) Sulawesi Selatan menggelar Bincang Bersama dengan KOMNAS HAM RI di Warkop Cappo Jl. Alauddin Kota Makassar, Minggu (26/03). Dialog tersebut mengangkat tema ‘’Refleksi Penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia”.

Dalam Bincang Bersama tersebut, terungkap sejumlah problematika permasalahan HAM. Bincang Bersama dengan menghadirkan narasumber, Prof. Dr. Hafid Abbasdan yang bertindak sebagai Moderator ialah Fachrurrozy Akmal, S. H.

Prof. Dr. Hafid Abbas memaparkan ada tiga kasus pelanggaran HAM.

“Ada tiga ciri kasus pelanggaran HAM pertama kasus yang bercirikan bisa berulang, kasus kontemporer seperti kasus yang terjadi di barabarayya serta kasus akan terjadi kedepan dalam artian kasus yang terjadi hari ini jika tidak diseleaikan maka berpotensi akan terjadi lagi kedepannya.” Papar Prof. Dr. Hafid Abbas.

(FOTO: BINCANG BERSAMA DENGAN KOMNAS HAM RI di Warkop Cappo Jl. Alauddin Kota Makassar, Dok. Andi Haerur Rijal)

Prof. Dr. Hafid Abbas pun sedikit menyinggung data yang terkumpul di Yayasan Partisipasi Pembangunan Sulawesi Selatan.

“Yayasan Partisipasi Pembangunan Sulawesi Selatan disingkat Yayasan memiliki 6.6000.000 lembar saham di Gowa Makassar Tourism Development, atau setara dengan 6,5 persen dari total saham yang dikeluarkan oleh perseroan. Perlu diingat, di kala pendiriannya pada 14 Mei 1991, para Pemegang Saham adalah Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan diwakili oleh Gubernur, Bapak Prof Dr Achmad Amiruddin 20 persen, Pemerintah Daerah Gowa diwakili oleh Bupati, Bapak Dr Syahrul Yasin Limpo 10 persen, dan Pemerintah Kotamadya Makassar diwakili oleh Bapak Malik Masri 10 persen, dan Yayasan yang diwakili oleh Bapak Achmad Nurhani juga 10 persen, dan Makassar Development Cooperation (MDC), milik Tanri Abeng, dkk 50 persen.Baru pada tahun 1994, Lippo Group bergabung dengan Tanri Abeng. Setelah GMTDC Go Public di tahun 2000, struktur kepemilikan saham berubah seperti sekarang. Saya berdiri di sini mewakili Pemegang Saham Yayasan yang khusus didirikan oleh para tokoh Sulawesi Selatan atas prakarsa Tanri Abeng dan Gubernur Achmad Amiruddin untuk mendukung Pembangunan Masyarakat Sulawesi Selatan di bidang ekonomi, sosial budaya, dan pendidikan.” Ujarnya.

Beliau juga sempat menyinggung dalam bincang bersama tersebut masalah Lippo Group dan secara khusus Bapak James Riyadi dalam pengembangan GMTD di Sulawesi Selatan.

“Bagi masyarakat Bugis Makassar, sejarah, adat, dan budaya teramat penting, yang terbingkai dalam nilai-nilai sakral “siri na pacce”, saya membaca buku Etika, Hukum dan Keadilan Dimana?, tulisan Tanri Abeng yang mengangkat peranan Lippo Group dan secara khusus Bapak James Riyadi. Tetapi, apakah Lippo Group dapat menguasai Tanjung Bunga tanpa Tanri Abeng dan Gubernur Achmad Amiruddin serta tokoh-tokoh Sulawesi Selatan yang mendirikan Yayasan untuk menjadi pemegang saham Pendiri dalam GMTD di tahun 1991, lebih dari seperempat abad yang lalu.” Pungkasnya.

“Sebagai refleksi dalam nilai-nilai Bugis Makassar, mayoritas tidak harus mengecilkan yang minoritas, yang dikenal dengan tuturan sipatuo sipatokkong, yang bermakna jika “kita tinggi tidaklah harus merendahkan yang pendek, jika kita pendek tidaklah harus berharap balas kasih (charity) dari yang tinggi, jika kita besar tidak boleh mendepak yang kecil, dan jika kita kecil tidak boleh didepak oleh yang besar.” Tuturan ini dikenal dengan: Matanre tenricongari, mapance tenricukuki, banttua temmalinrungi, baeccu tenrilinrungi. Karenanya, Pemda dan Yayasan perlu bersama-sama mengaudit segala bentuk kemitraan dengan pihak luar di semua kabupaten dan kota di provinsi ini untuk mencegah lahirnya kesenjangan sosial yang amat berbahaaya itu. Ingin saya menyampaikan pula bahwa kini KPK dan Komnas HAM telah berkonsultasi secara intensif dengan Presiden agar semua tanah-tanah yang didominasi penggunaannya oleh pihak pihak korporasi agar diambil alih kembali oleh negara dan dikembalikan pemanfaatannya secara maksimal ke penduduk dan warga setempat negeri ini. Mari kita menunggu hasil reformasi agraria yang kini amat intensif digodok oleh Pemerintah.” Tegas Prof. Dr. Hafid Abbas.

(FOTO: BINCANG BERSAMA DENGAN KOMNAS HAM RI di Warkop Cappo Jl. Alauddin Kota Makassar, Dok. Andi Haerur Rijal)

Sementara itu, Ketua Umum SIMPOSIUM SULSEL, Muh Firman Rusyaid, akrab disapa Bung Firman juga menyampaikan dalam bincang bersama tersebut, bahwa saat ini penegakan HAM di Indonesia hanya bersifat normatif saja.

“Saat ini penegakan HAM di Indonesia hanya bersifat normatif saja, saya berharap dengan KOMNAS HAM dapat menyelesaikan kasus pelanggaran HAM secara nyata karena melihat negara ini yang lebih mengedepankan penuntasan dibidang civil politic bukan pada ekonomi social budaya” Ujar Bung Firman.

(FOTO: BINCANG BERSAMA DENGAN KOMNAS HAM RI di Warkop Cappo Jl. Alauddin Kota Makassar, Dok. Andi Haerur Rijal)

Bung Firman menitiberatkan pula yang selanjutnya menjadi harapan besar kepada KOMNAS HAM RI.

“Saya berharap pula, KOMNAS HAM itu bisa hadir dengan nyata di daerah-daerah agar ketika ada kasus pelanggaran HAM didaerah itu tidak menunggu lama pergerakan dari pusat”. Tegas Bung Firman. 

(FOTO: BINCANG BERSAMA DENGAN KOMNAS HAM RI di Warkop Cappo Jl. Alauddin Kota Makassar, Dok. Andi Haerur Rijal)


0 komentar Blogger 0 Facebook

Posting Komentar

 
REDAKSI AKLAMASI © 2016. All Rights Reserved | Developed by Yusran016
Top