redaksiaklamasi.org - Oleh : Kasrum Hardin (Santri Ontologi Filsafat dan Bela NEGARA Ponpes Madhrasa Muthahhari Yogyakarta Indonesia, Mahasiswa Jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan serta Kader HMI Komisariat Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar Cabang Gowa Raya)

Assalamu Alaikum Wr. Wb.

Manefestasi Keberadaan atau Wujud dalam diri aku dan ego sadar yang Nampak bukti akan Ada yang tak Nampak. Keberadaan wujud melingkupi segala yang esensi sebagai kemahakuasaan Tuhan dalam setiap pluralis. Kebragaman inilah yang menjadi saksi akan ketunggalan sebagaimana kita pahami bahwa setiap esensial diawali dengan sebuah keberadaan tanpanya sandaran ke-sesuatu-an tak akan pernah menjadi nampak sebagai sesuatu.

Dalam pengetahuan antara subjek adan objek itu menyatuh dan tidak dipisah- pisahkan dalam dimensi epistemologi sebagai subjek dan ontologisnya. Konsep ontology pengantar mengada dan mengetahui menjadi satu karna kesatuan dan kemanunggalan subjek kerap kali menghiraukan ‘objek yang hadir dalam dirinya’ secara hudhuri antara realitas dan subjek tiada pemisah oleh karna itu Aku menjadi Hushuli atas keberadaan Tuhan sebab dikonsepsi sehingga akibatnya terkadang kita tidak menyadari secara akal bahwa ia hadir melalui aku sebagai Manefesasi Wujud Subtantif.

Setiap kata tentu sebaiknya dikembalikan kepada konsepnya dan konsep pula sebaiknya dikembalikan pada realitasnya pada pelajaran ontologi dipahami bahwa tujuan akhirnya menemukan kehakikian terhadap yang nampak atau realitas sebagai landasan konsepsi manusia melalu indrawi tentu kami telah membahas secara teoritis dalam menyinkap non materi pada materi ia bersama tapi tak menyatuh, dalam pembahasan ini bagaimana manefestasi wujud subtantif terhadap ke-aku-an manusia telaah konsep ontologi filsafat yang sesuai dengan realitas.

Konsep terbagi menjadi dua yaitu secara universal dan partikular bicara universal terhadap keberadaan tersebut melingkupi segala sesuatu termasuk ADA aku karna lawan kata dari hanya tidak sedangkan bicara ketiadaan itu tdak mampu diacuh secara realitas di alam ini artinya apa dia hanya asosiasi dan atribut pikiran manusia sedangkan ada sendiri mampu kita temukan di realitas namun ada sebagaimana ada itu kita temukan karna yang kita temukan hanya partikular di realitas sebagai materi yang nampak namun terlebih dahulu kita harus memahami bahwa dalam pembahasan sebelumnya non materi juga sebagai eksistensi dan materi juga eksistensi ia berbeda tapi menyatu.

Konsep eksistensialis universalitaslah yang melingkupi segala eksistensi partikular sebagai dasar ia adalah sebuh ke hakiki an tanpa maka partikular tidak mampu berdiri sendiri sebagaimana kita ketahui bahwa sesuatu ada dulu sebagai apa sebagai mana dijelaskan dalam bukunya ‘tafsir sufi’ – Muza Khazim. Ke apa an atau kemenjadian sesuatu itu yang kita sebut sebagai wujud kopulatif yang terikat kesebagaian tadi. Dari wujud subtantif memawujud sebagai kopulatif direalitas sehingga yang menjadi titik sentral kita berangkat adalah pada kopulatif untuk menemukan wujud subtantif atau kehakikian dari sesuatu yang nampak atau mampu terindrawi.

Secara realitas semua menyatu namun tinjauan akal kita mampu membedakan antara wujud subtantif dan wujud kopulatif yang memawujud menjadi, secara realitas objektifnya terbagi menjadi wujud universal dan wujud partikular yaitu itu individu dan individu mahiya {non materi dan materi}, wujud ia mutlak atau tetap sebagai contoh perubahan bentuk atau fisik wujud tetap mutlak karna yang berubah ialah esensinya bukan eksistensinya.

Wujud kopulatif berubah karna dia sendiri adalah esensi atau partikular dari sesuatu, ketika ingin menemukan wujud sebagaimana wujud maka kita telah dapat menyinpulkan bahwa keberagaman atau plural terdapat unitas yang melingkupi segala partikular atau yang nampak. Unitas adalah kesatuaan yang melingkupi segala sesuatu yaitu keadaan ternyata dibalik maujud terdapat pewujud sebab mustahil ada yang nampak jika tidak ada yang menampak, mustahil ciptaan jika tiada ada pencipta. Kemutlakan yang secara akal ditemukan dan melingkupi segala realitas akibat mawuud dari wujud tersebut.

Wujud subtantif adalah mawujud sebagaimana dirinya atau maujud bebas dan dicapai secara inteleksi akal actual atau swabukti. Ketika manusia menyinkap kebenaran maka antara realitas tiada hijab termasuk konsepsi itu sendiri atau bahasa ontologi realitas yang berbicara. Inilah yang kami maksud sebagai pengetahuan Hudhuri bersifat subjektifitas ketika dalam pembelajaran kita menghushulikan agar bisa diterima terhadap sosial dan bisa terobjektifikasi karna bicara manusia yang berpengetahuan tentunya memiliki relasi antara mahluk lain.

Hudhuri adalah pengetahuan yang langsun diatangkap oleh jiwa tanpa melalui konsepsi seperti keadaan wujud itu langsun hadir tanpa dipresepsi namun untuk mengobjektifkan diluar maka kita perlu Hushuli agar pengetahuan itu objektif dan bisa diterima sebagai kebenaran dari hudhuri, Jadi ketika keyakinan menolak untuk dipertayakan dalam kontes pengetahuan maka itu kadangkala hanya Doktrinisasi semata baik dari agama atau karna kontruksi sosial hanya Ahistoris.

Hushuli adalah pengetahuan yang berawal dari realitas yang melalui konsep dalam ontologi konsep dipandang sebagai hijab kebenaran kita akan melihat sebelumnya bagaimana pelekatan rasio sebagai alat jika ditarik ke falsafatuna maka terkadang untuk menyingkap realitas itu relativitas karna wacana itu dimungkinkan memiliki relasi kuasa. Maka jalan yang paling dimungkin dalam menyingkap realitas sebagaimana adanya maka perlu hudhuri agar antara realitas atau wujud subtantif dan jiwa tiada hijab dalam menyingkap kebenaran sebagaimana kebenaran.

Dalam kerangka ontologi kita ingin menarik eksistensi berdiri sendiri yang terpisah dari esensi secara akal sehingga ketika eksistensi mampu kita tarik sebagaimana pada dirinya yang terjadi sebuah kefanaan atau kesadaran inteleksi yang diperjalankan oleh wujud subtantif agar ia mampu menembus 7000 hijab untuk mencampai ke hakikian dari keberadaan itu sendiri- sebagaimana disampaikan ‘Nur hakikat Muhammad’.

Sebagai kesimpulan bahwa ontologi menjadi sebuah modal teorotis untuk mencampai kefanaan agar tuhan memperjalankan inteleksi menuju tuhan. Secara kritis bahwa keyakinan yang tidak dicapai secara pengetahuan serta kesadaran sangat berpotensi itu adalah dogma dan kontruksi sosial ataupun kelurga, lingkungan dan Tempat belajar.

Wassalamu alaikum Wr. Wb.

Salam Nabi Muhammad Saw. Serta Keluarganya Dan Orang - orang Yang Dicintainya.
¬-Indonesia Raya-

Editor: Andi Muh Ridha R


0 komentar Blogger 0 Facebook

Posting Komentar

 
REDAKSI AKLAMASI © 2016. All Rights Reserved | Developed by Yusran016
Top