(FOTO: AGUS AZIZ, DOK. FB) |
redaksiaklamasi.org - Langit senja
bermain
Di kaca-kaca gedung
atau rumah tinggi
Dan kaca-kaca etalase
toko.
Lampu-lampu jalanan
menyala.
Angin mengeras.
Senja bermain diatas
kampung-kampung.
Diatas
genting-genting.
Diatas daun-daun.
Mengendap ke jalanan.
Mengendap ke
comberan.
Genangan air comberan
Yang tak pernah
bergerak memperlihatkan langit senja yang sedang bermain.
Ada sisa
layang-layang dilangit, bertarung dalam kekelaman.
Ada yang sia-sia
mencoba bercermin di kaca.
Pada senia Cahaya
keemasan berubah jadi keremangan.
Keremangan berubah
jadi kegelapan.
Bola matahari
tenggelam di cakrawala, jauh, jauh diluar kota.
Dan desa tinggal
kekelaman yang riang dalam kegenitan cahaya listrik.
Dan begitulah
hari–hari berlalu.
Lampu-lampu kendaraan
yang lalu-lalang membentuk untaian cahaya putih yang panjang
Dan cahaya merah yang
juga panjang.
Bintang-bintang
mengintip dilangit yang bersih.
Seorang wanita, entah
dimana, menyapukan lipstik ke bibirnya malam telah turun di Desa. Dimeja dengan
sebuah inspiratif kopi yang agak terlalu pahit begitupun manis aku menulis
sajak tentang cinta.
Pada senja karna
langit muram,
Kau pun tahu angin
menyapu musim,
Gerimis melintas pada
senja selintas,
Aku tak tahu masihkah
ketemu malamku karna kamu adalah mimpi itu.
Siapa tahu dalam
jejak senyap semalam menatap hujan,
Tiada bertanya sedu
atau sedan wahai perempuanku
Karena Senyummu menatap
senja reriuh daun-daun mengiringi.
Dan kau lihat di sana
ada sore yang begitu sepi bagimu,
Satu persatu kenangan
mulai kau ingat,
Dan datersenyum
ketika giliranku lewat karna rindu menyeruak saat senja menanti malam.
Geloranya tak padam, meski diam-diam kau pendam. Harus terseyum iyya.
Penulis: Agus
Aziz (Mahasiswa UIN Alauddin
Makassar serta Kader HMI Komisariat Ekonomi dan Bisnis Islam Cabang Gowa Raya)
Editor: AHR
0 komentar Blogger 0 Facebook
Posting Komentar