redaksiaklamasi.org - Sejarah panjang perjuangan pemuda dalam menapak ekseistensi perubahan di bangsa ini ditandai dengan berdirinya organisasi pemuda yang didirikan oleh DR. sutomo dan para mahasiswa STOVIA lainnya pada tanggal 20 Mei 1908 yang kemudian di beri nama Boedi Oetomo ( Budi Utomo).

Walaupun orientasi hanya pada golongan tertentu ( berpendidikan ) dan pada otoritas tempat tertentu ( jawa) akan tetapi tetap menjadi gerbang dalan mengawal kemerdekaan bangsa saat itu dengan mengawal masalah, ekonomi, kebudayaana dan juga sosial, dan pada akhirnya momentum ini dijadikan sebagai hari besar nasional yaitu hari kebangkitan nasional. 

Inisiatif para jajaran inisiator Budi Otumo dianggap sebagai lokomotif dan sarana spirit yang luar biasa bagi kebangkitan gerakan gerakan pemuda dan mahasiswa lainnya yang sampai saat ini. Perkembangan orgnanisasi-organisasi kemahasiswaan pun tak terlepas dari letak dasar para pendiri Budi Utomo. 

Max Weber merupaka salah satu tokoh sosiolog pada masanya, tokoh yang berkebangsaan jermaan itu menilai jika sosiologi merupkn sebuah studi tentang tindakan sosial antara hubungan sosial. Dalam hal ini weber menilai ada tindkan yang bernada sosial yang terkandung dalam pondasi gerakan ini, paling tidak sebagai spirit dalam membangun sosio masyarakar dalam berbangsa dan bernegara. 

Melihat niat suci ini, max weber melihat tindakan ini sebagai salah satu ikhtiar dalam tindakan sosial yang harus di apresiasi. Karena menurut weber setiap gerak langkah yang di bangun pasti memiliki arti subyektif bagi dirinya dan tentunya diarahkan kepada orang lain. 

Di samping itu bisa di terwang jika inisiatif ini juga memiliki nilai yang relevan dengan 5 ciri yang diklasifikasika oleh Weber dalam ciri tindakan sosial, yakni: 

1) Jika tindakan manusia itu menurut aktornya mengandung makna subjektif dan hal ini bisa meliputi berbagai tindakan nyata, 

2) Tindakan nyata itu bisa bersifat membatin sepenuhnya,

3)Tindakan itu bisa berasal dari akibat pengaruh positif atas suatu situasi tindakan yang sengaja diulang atau tindakan dalam bentuk persetujuan secara diam-diam dari pihak mana pun, 

4) Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepada beberapa individu, dan 

5) Tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain dan terarah kepada orang lain itu.

Maka dari itu, refleksi hari kebangkitan nasional harus menjalar ke berbagi kondisi, tak harus mati pada ritual tahunan semata, terutama memberi ruang gerak pemuda sebagai aktor atau inisiatif dasar dalam laku gerak bangsa kita. 

Dengan itu kita perlu beranjak dari keterbelakangan, karena bergerak dan mengiringi denga kompetensi adalah syarat perubahan, karena perubahan tak harus terus berada dalam tindakan tradisional seperti kata Weber.


Penulis: Fhazlur Rahman Maloko (Mahasiswa Pascasarjana UIN Alauddin Makassar)

Editor: Nur Aisyah Ramadhani

0 komentar Blogger 0 Facebook

Posting Komentar

 
REDAKSI AKLAMASI © 2016. All Rights Reserved | Developed by Yusran016
Top